Liu Zhenmin, seorang tokoh terkemuka dari China, menegaskan peran penting negaranya dalam memerangi perubahan iklim. Di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping, China telah berhasil mencapai hampir 52% penggunaan energi terbarukan dan terus mempromosikan teknologi yang mendukung netralitas karbon. "Untuk mengatasi perubahan iklim, semua pihak harus bekerja dalam kerangka tujuan bersama," ujarnya, menyerukan kolaborasi global untuk menghadapi krisis iklim.
Sesi berikutnya yang dipandu oleh Arcandra Tahar membahas pendekatan yang berbeda antara Amerika Serikat dan Eropa dalam menghadapi perubahan iklim. Arcandra menjelaskan bahwa AS fokus pada dekarbonisasi melalui teknologi yang menangani karbon dari bahan bakar minyak, sementara Eropa lebih condong pada diversifikasi energi. Namun, ia menekankan bahwa Indonesia tidak bisa sepenuhnya mengikuti model negara lain. "Indonesia harus mengembangkan jalannya sendiri sesuai dengan kondisi lokal," kata Arcandra, menyoroti tantangan seperti ketergantungan pada panel surya yang rentan terhadap cuaca dan kebutuhan akan pengembangan smart grid sebagai bagian dari solusi energi terbarukan di Indonesia.
Dalam diskusi terkait proteksionisme hijau, Tiza Mafira membahas bagaimana upaya pembatasan perdagangan dengan alasan lingkungan semakin marak di dunia internasional. Di Eropa, hal ini dilakukan dengan membatasi produk yang menghasilkan karbon tinggi, sementara di Amerika Serikat, proteksionisme hijau diwujudkan melalui subsidi produk dalam negeri yang memenuhi standar karbon tertentu. Tiza mengingatkan bahwa proteksionisme ini bisa menjadi tantangan besar bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, dalam mengakses pasar global.
Diaz Hendropriyono menambahkan perspektif tentang pengembangan energi nuklir sebagai salah satu solusi potensial untuk tantangan energi di Indonesia. Ia menyatakan bahwa energi nuklir, khususnya dengan teknologi thorium, bisa menjadi pilihan yang lebih murah dan lebih aman dibandingkan dengan batubara dan gas. "Dengan teknologi thorium, Indonesia bisa mengembangkan energi nuklir tanpa risiko pengembangan senjata nuklir," jelasnya, mendorong pertimbangan yang lebih serius terhadap energi nuklir sebagai bagian dari strategi energi masa depan Indonesia.
Diskusi ini menekankan pentingnya pendekatan yang holistik dan kontekstual dalam transisi energi, dengan memperhitungkan tantangan dan keunikan lokal, serta mengakui perlunya kolaborasi internasional yang kuat untuk mencapai tujuan netralitas karbon.
Partisipasi FPCI Chapter UMY pada Indonesia Net Zero Summit 2024 tidak hanya mencerminkan komitmen kami untuk mendukung dan menyuarakan isu-isu global terkait lingkungan seperti perubahan iklim, tetapi juga memperkuat peran FPCI UMY sebagai komunitas think tank yang aktif dalam diskusi dan aksi lingkungan. Keterlibatan dalam konferensi ini menjadi bukti nyata dedikasi FPCI UMY dalam memperjuangkan masa depan yang lebih berkelanjutan bagi Indonesia dan dunia. Dengan semangat kolaborasi dan inovasi, FPCI Chapter UMY terus berkontribusi dalam upaya global menuju netralitas karbon, menjadikan acara ini sebagai inspirasi bagi generasi muda untuk terlibat lebih dalam menghadapi tantangan perubahan iklim.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI