Mohon tunggu...
Inez Miriam Nurul Hikmah
Inez Miriam Nurul Hikmah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya memiliki passion dalam menulis dan mengedukasi seputar kesehatan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Obesitas Remaja dan Minuman Soda, Apakah Kita Sedang Menutup Mata?

19 Desember 2024   13:33 Diperbarui: 19 Desember 2024   13:51 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Inez Miriam Nurul Hikmah, Livian Chessa Evangelista, Thalita Sekar Alya, Winona Margareth Cindy Teresa Aipipidely

"Bayangkan sebotol minuman soda, dingin, dan manis, menyegarkan di hari yang panas. Namun, di balik kesegaran itu, ada ancaman kesehatan yang tidak terlihat." 

Saat ini, minuman berkarbonasi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan remaja di Indonesia. Setiap hari, kita diperlihatkan iklan minuman berkarbonasi yang menarik dengan rasa yang menggoda, membuat konsumsi minuman ini meningkat secara signifikan. Ditambah, mudahnya akses untuk mendapatkan berbagai minuman berkarbonasi dengan harga yang terjangkau.

Data Survei Kesehatan Indonesia 2023 mencatat bahwa 3,2% remaja usia 15--19 tahun mengonsumsi minuman berkarbonasi setiap hari dan 20,3% diantaranya meminum minuman berkarbonasi 1--6 kali dalam seminggu. Sayangnya, kandungan gula yang tinggi dan rendahnya nilai gizi membuat minuman ini menjadi ancaman serius bagi kesehatan remaja. Obesitas pada remaja dapat terjadi dan disebabkan oleh berbagai faktor yang saling terkait, seperti pola makan yang tidak sehat dengan konsumsi minuman berkarbonasi yang berlebihan. Selain itu, kurangnya aktivitas fisik akibat gaya hidup sedentari serta kebiasaan bermain handphone dan melakukan doom scrolling memperburuk kondisi ini. Munculnya layanan daring yang mempermudah akses ke makanan cepat saji dan minuman manis di lingkungan sekitar juga mempercepat peningkatan berat badan remaja. 

Data dari Global School-Based Student Health Survey (GSHS) 2015 menunjukkan bahwa 26,9% remaja yang tidak obesitas masih mengonsumsi minuman berkarbonasi dalam jumlah tidak aman. Penelitian terbaru menggunakan data survei GSHS 2015 mengungkapkan bahwa remaja yang sering mengonsumsi minuman berkarbonasi memiliki risiko obesitas lebih tinggi. Hal ini dibuktikan dengan hasil analisis statistik menunjukkan hubungan yang signifikan antara konsumsi minuman ini dan obesitas.  Dari penelitian ini pula, disimpulkan bahwa remaja yang mengonsumsi minuman berkarbonasi dalam batas aman memiliki risiko obesitas 0,6 kali lebih rendah dibandingkan mereka yang mengonsumsinya secara berlebihan. Sebaliknya, kebiasaan makan sayur dan buah yang rendah serta minimnya aktivitas fisik memperburuk potensi obesitas, meskipun data tidak menunjukkan hubungan yang signifikan.

Tidak hanya itu, penelitian juga menemukan bahwa kurangnya aktivitas fisik merupakan faktor kunci dalam peningkatan berat badan. Remaja yang jarang berolahraga memiliki risiko obesitas lebih tinggi dibandingkan mereka yang aktif. Sayangnya, gaya hidup sedentari yang didukung oleh teknologi membuat banyak remaja menghabiskan waktu di depan layar handphone. Aktivitas fisik sederhana, seperti berjalan kaki atau bersepeda sudah jarang dilakukan oleh kita padahal ini penting untuk menjaga kesehatan tubuh.

Untuk mengurangi angka obesitas pada remaja, kita dapat mengambil beberapa langkah awal, seperti edukasi gizi yang masif perlu diterapkan di sekolah dan komunitas untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya minuman berkarbonasi. Selain itu, pemerintah juga memiliki peran penting melalui kebijakan publik, seperti penerapan pajak minuman berpemanis, regulasi iklan makanan tidak sehat, dan pengawasan ketat terhadap distribusi minuman manis di sekitar sekolah. Remaja juga harus didorong untuk berolahraga dan mengurangi waktu layar demi menjaga keseimbangan energi dalam tubuh.

Peran keluarga sangat penting dalam membentuk kebiasaan makan yang sehat, terutama pada remaja yang sedang melalui fase perkembangan. Orang tua harus menjadi teladan dengan membatasi konsumsi makanan dan minuman tidak sehat di rumah. Memasak bersama, memilih camilan sehat, dan menyediakan buah-buahan segar bisa menjadi kebiasaan positif yang memperbaiki pola makan remaja. Dengan pendekatan ini, remaja akan lebih sadar pentingnya pilihan makanan sehat.

Minuman berkarbonasi memang menyenangkan di lidah, tetapi dampaknya terhadap kesehatan remaja sangat nyata. Dengan kolaborasi antara edukasi, regulasi, dan perubahan gaya hidup, masa depan generasi muda yang lebih sehat bukan sekadar impian, melainkan tujuan yang bisa dicapai bersama. Membentuk kebiasaan sehat sejak dini adalah investasi penting untuk menciptakan masyarakat yang lebih sehat dan produktif di masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun