Kebijakan yang diterapkan selama pemerintahan Jokowi, yang akan di lanjutkan oleh Prabowo-Gibran, menunjukkan komitmen untuk mempertahankan kesinambungan program yang telah dimulai sembari memasukkan inovasi yang relevan, dengan melanjutkan warisan kebijakan yang sudah ada dan memperbaiki atau memperbarui elemen-elemen yang memerlukan peningkatan. Salah satu tujuan utama kebijakan fiskal baru-baru ini, yang mengikuti era pemerintahan prabowo-gibran, adalah target rasio pajak 23%. Target rasio pajak yang di usung terbilang ambisius. Dalam 5 tahun terakhir di era kepemerintahan presiden Joko Widodo hanya mampu mencapai rasio pajak 9%-10% jika di bandingkan ini terlampau jauh. Prabowo-gibran berambisi mencapai target dengan rencana membuat pembentukan badan penerimaan negara (BPN). Badan ini di bentuk dari peleburan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai.Â
Namun, sebetulnya banyak upaya yang bisa dilakukan guna menaikkan tax rasio selain pembentukan BPN, Yaitu penguatan SDM pegawai pajak, mengurangi intensif pajak, perlakuan khusus, meningkatkan pencegahan praktik penghindaran pajak, Bahkan pajak daerah dapat meningkatkan target rasio, terutama di beberapa daerah yang memiliki potensi untuk menghasilkan pendapatan pajak yang signifikan, semua ini lebih penting dibanding membentuk BPN. Menggali potensi pajak daerah secara optimal dapat berdampak pada aspek-aspek seperti pembangunan dan pelayanan publik, perlu untuk melakukan analisis lebih dalam tentang sektor mana yang memberikan kontribusi besar bagi pendapatan pajak. Misalnya, desa yang memiliki daya tarik dapat menarik wisatawan.
 Hal ini dapat disebabkan oleh budaya, keunikan, daya tarik alam, dan potensi lainnya yang dapat membuatnya berbeda dari destinasi lain. Selain itu, pajak dari industri perhotelan dan restoran dapat menjadi sumber utama pendapatan. Selain mengoptimalkan penerimaan pajak, pemerintah diharapkan dapat mendidik masyarakat tentang sumber pendapatan pajak, mengalokasikan anggaran secara lebih efisien, dan menunjukkan betapa pentingnya pajak untuk pembangunan yang dapat meningkatkan kualitas hidup. Kita semua dapat membantu pembangunan negara yang lebih maju, berkeadilan, dan berkelanjutan dengan memahami dan mengelola potensi pajak secara optimal.
Pemerintah Indonesia secara resmi meluncurkan Rancangan Akhir Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025--2045, yang mencakup visi besar untuk "Indonesia Emas". Peluncuran RPJPN ini merupakan momen penting dalam pengorganisasian pembangunan nasional. Diharapkan pemerintahan yang akan datang akan berkomitmen untuk melanjutkan berbagai pendekatan yang telah berjalan saat ini sambil mempertimbangkan kesulitan dan peluang baru. Untuk membiayai berbagai program pembangunan, seperti infrastruktur, layanan kesehatan, dan pendidikan, pajak adalah sumber pendapatan negara yang penting. Namun, sulit untuk mengoptimalkan penerimaan pajak, Salah satu tantangan besar dalam penerimaan pajak adalah masalah geopolitik.Â
Perekonomian global sering terkena dampak langsung dari konflik geopolitik, perang dagang, dan sangsi ekonomi, yang pada akhirnya memengaruhi basis pajak. Ketidakpastian geopolitik dapat menghambat investasi, memperlambat pertumbuhan ekonomi, dan mengurangi pendapatan perusahaan, semuanya berdampak negatif pada penerimaan pajak. Diharapkan pemerintah dapat mencari solusi untuk mengatasi ketidakpastian isu geopolitik yang memengaruhi penerimaan pajak dengan berbagai strategi. Namun, Untuk menjaga kestabilan penerimaan pajak pemerintah tidak hanya perlu berfokus pada strategi perpajakan, tetapi juga pada optimalisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). PNBP dapat menjadi alternatif yang signifikan dalam memastikan aliran pendapatan yang stabil dan berkelanjutan bagi pembangunan nasional. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa target penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dalam RAPBN 2025 di angka Rp 505,4 triliun di mana target tersebut mengalami penurunan 8% jika di bandingkan outlook tahun 2024, PNBP sangat dipengaruhi oleh harga komonditas, nilai tukar dan lifting migas. Hal ini menunjukkan pemerintah mencoba untuk realistis karena saat ini Indonesia sedang mengalami penurunan target lifting migas. Salah satunya, berkaitan dengan penurunan produksi di lapangan migas.Â
Dengan begitu diharapkan pemerintah dapat melakukan perbaikan di beberapa lapangan migas dan mendukung pembangunan infastruktur Gas bumi di wilayah baru. selain dari SDA migas, setoran dividen BUMN menjadi sumber pendapatan stabil untuk negara. BUMN dapat memberikan kontribusi yang lebih besar kepada negara dari tahun ke tahun. Namun, ketergantungan terlalu besar pada dividen rentan terhadap fluktuasi kinerja BUMN tersebut. Pentingnya untuk menetapkan target yang realistis karena target yang terlalu tinggi dapat membebani BUMN dan memengaruhi kinerja mereka.Â
Namun, PNBP bukan satu-satunya alat untuk menjamin stabilitas dan keberlanjutan pendapatan negara. Di balik peran utama PNBP terdapat sektor lain yang memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan negara yaitu pajak bea dan cukai. Pajak bea dan cukai tidak hanya mengumpulkan pendapatan negara tetapi juga melindungi perekonomian nasional. Dengan memantau pergerakan barang dan memastikan kepatuhan perpajakan, Bea Cukai dapat membantu menciptakan lingkungan usaha yang sehat dan pada akhirnya dapat meningkatkan penerimaan PNBP melalui kegiatan perekonomian yang lebih besar dan teratur. Misalnya, penerimaan dari hasil tembakau, minuman beralkohol, dan cukai lainnya memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap PNBP. Pengawasan dan penegakan hukum yang kuat oleh Bea Cukai akan meminimalkan potensi hilangnya pendapatan pemerintah dan memastikan seluruh pendapatan dari sektor ini dapat dimaksimalkan.Â
Dalam menyusun RAPBN salah satu aspek krusial yang menjadi sorotan adalah rencana peningkatan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) atau yang lebih dikenal sebagai cukai roko. Namun, belum ada informasi mengenai rencana penerapan cukai plastik dan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau rokok untuk meningkatkan penerimaan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025. Pemerintah hanya mencantumkan kebijakan ekstensifikasi cukai secara terbatas pada MBDK yang bertujuan untuk menjaga kesehatan masyarakat. Cukai plastik diharapkan dapat mengurangi penggunaan plastik sekali pakai yang berbahaya bagi lingkungan dan memberikan pendanaan baru bagi negara. Di sisi lain, kenaikan  CHT atau tarif rokok tidak hanya akan meningkatkan penerimaan negara, namun juga menjadi salah satu upaya untuk menekan konsumsi rokok sehingga berdampak positif terhadap kesehatan masyarakat. Kedua langkah ini sejalan dengan upaya pemerintah membangun sistem keuangan yang sehat dan berkelanjutan. Dengan memperluas basis penerimaan negara melalui cukai plastik dan memaksimalkan penerimaan  CHT, RAPBN tahun 2025 diharapkan mampu menjawab kebutuhan pembangunan yang semakin kompleks tanpa menambah beban utang yang tidak semestinya.Â
Dengan melanjutkan dan menyempurnakan sistem perpajakan yang ada, pemerintah dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas penerimaan negara. Langkah-langkah strategis seperti memperkuat kebijakan pajak di tingkat daerah dan pusat, serta mengoptimalkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan cukai, akan sangat penting dalam mencapai target fiskal yang ambisius. Upaya-upaya ini tidak hanya akan memperkuat basis penerimaan negara tetapi juga mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H