Penyakit kardiovaskuler, yaitu penyakit jantung koroner paling sulit terdeteksi gejalanya. Salah satu penyebabnya adalah karena  aliran darah ke jantung terhambat oleh lemak. Penimbunan lemak dalam pembuluh darah arteri jantung dikenal dengan istilah aterosklerosis. Selain mengurangi suplai darah ke jantung, aterosklerosis juga dapat menyebabkan terbentuknya  penggumpalan darah ( Trombosis). Sehingga, aliran darah ke jantung terblokir dan terjadi Infark Miokard (serangan jantung).
Beberapa kebiasaan gaya hidup modern yang minim aktivitas dan gerakan fisik dapat memicu terjadinya penyakit jantung koroner. Misalnya, pola makan yang tidak sehat dan tidak teratur, Â makan yang berlebihan (terlalu banyak kalori, gula, tepung, gluten, dan garam), Â merokok, Â mengonsumsi alkohol, kurang istirahat, dan tingkat stres tinggi.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2015 menyebutkan lebih dari 17 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah, atau sekitar 31% dari seluruh kematian di dunia. Serta sekitar 8,7 juta kematian disebabkan oleh penyakit jantung koroner.  Data pendukung lainnya  adalah data dari  Kementerian Kesehatan RI. Disebutkan bahwa penderita jantung di Indonesia, hampir 40% berada pada rentang usia 44 tahun ke bawah. 22% diantaranya bahkan masih dalam usia produktif. Data Departemen Kesehatan pada 2014 juga menunjukkan bahwa Penyakit Jantung Koroner (PJK) menjadi penyebab kematian tertinggi pada semua umur setelah stroke yakni sebesar 12,9%. Fakta tersebut harusnya menjadi alarm agar kita mulai peduli untuk mengurangi risiko terjadinya penyakit kardiosvaskular.
Tindakan Preventif Untuk Menjaga Jantung
Tindakan preventif yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit jantung adalah menjalankan gaya hidup sehat, yaitu memperhatikan pola makan, seperti banyak mengonsumsi serat dan protein nabati ketimbang karbohidrat dan lemak. Mengurangi konsumsi garam dan gula serta minum air mineral sekurangnya 3 liter sehari, 1 gelas per jam yang setara dengan 13 gelas plastik kecil 240 ml. Puasa makan 1x dalam seminggu juga baik untuk memberikan kesempatan lambung dan usus sempat bersih alami dan dapat memproses makanan dengan baik.
Selain memperhatikan pola makan, rutinlah berolahraga sekitar 3-5 kali seminggu dengan durasi sekitar 60 menit (1 jam). Pilihlah olahraga yang tidak terlalu berat karena pada pasien jantung, olahraga kompetitif dapat memicu terjadinya peningkatan tekanan darah.  Olahraga juga baik dilakukan untuk menjaga stamina tubuh tetapi memiliki batas toleransi. Jika sudah pernah terkena penyakit jantung,  sebaiknya hindari olahraga yang kompetitif, seperti futsal, basket, tenis, dan sejenisnya. Health Claim Senior Manager Sequis dr. Yosef Fransiscus menyarankan agar pasien jantung melakukan  olahraga yang terarah, terukur, dan low impact, seperti yoga, pilates, sepeda, jalan sehat, dan berenang. Olahraga yang dapat memicu pelepasan hormon endorfin adalah olahraga terbaik bagi penyakit jantung. Tentunya intensitasnya pun juga disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.
Lakukan juga cek kesehatan secara berkala. Â Menurut dr Yosef, Â tes darah untuk memeriksa kadar natrium, kalium, albumin, dan kreatinin sangat disarankan untuk mendeteksi dini penyakit jantung. Tingkat abnormal bisa menunjukkan adanya masalah pada organ tubuh seperti ginjal, hati, dan adanya tanda gagal jantung. Tes darah juga dapat mengukur kadar kolesterol yang berpengaruh pada kesehatan jantung. Â
Miliki  Perlindungan Asuransi Sejak Dini
Berbicara mengenai perawatan medis untuk penyakit jantung akan erat kaitannya dengan biaya medis  yang sangat tinggi dan memerlukan pemeriksaan dan perawatan rutin sehingga akan dikaitkan juga pada kebutuhan perlindungan asuransi, seperti asuransi kesehatan dan penyakit kritis.Â
Selain itu, serangan penyakit jantung juga sering datang tanpa disadari oleh penderitanya dan mirisnya belum banyak orang yang menyadari bahwa melakukan pemeriksaan dini dan rutin sangat penting bagi semua orang terutama jika terindikasi memiliki penyakit jantung.Â
Bayangkan jika tidak memiliki asuransi kesehatan dan penyakit kritis, selain sulit  mendapatkan perawatan yang berkualitas juga dapat menguras aset dan finansial keluarga. Padahal mencegah tentu lebih baik sebelum terlambat. Data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) sepanjang kuartal kedua tahun 2018 menyebutkan angka  klaim kesehatan  mencapai Rp4,72 triliun atau  meningkat 9,1% dari periode yang sama tahun lalu.  Â