Hari itu di bulan Februari 2011, pukul 13.30 WIB, cuaca cerah-panas hingga 400C. Saya melakukan survey lokasi di Harapan Rainforest, salah satu hutan dataran rendah di perbatasan Sumatera Selatan dan Jambi. Tepatnya di Desa Bungku Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari. Saya merasa gerah dan geram ketika melihat banyaknya areal hutan restorasi yang berubah menjadi bentangan kebun sawit sejauh mata memandang melintasi perbukitan. Cuaca yang terik menambah porsi ke’gerah’an saat itu.
Selalu menjadi permasalahan prioritas saat ini bahwa hampir di seluruh kawasan hutan terjadi perambahan besar-besaran yang dilakukan oleh oknum-oknum tidak bertanggungjawab. Kawasan hutan sebagai penyangga kehidupan mengalami perubahan tutupan lahan dan fungsi yang akan mempengaruhi daerah disekitarnya. Banyak kejadian yang diakibatkan oleh perubahan tutupan hutan baik itu menjadi perkebunan ataupun pertambangan menuai bencana, misalnya banjir bandang yang terjadi di Wasior yang disebabkan oleh eksploitasi hutan alam oleh HPH.
Perambah sebagai aktor utama yang mengikis kawasan hutan pada umumnya adalah masyarakat dari luar daerah (pendatang) yang di beri modal oleh jaringan tertentu untuk membuka lahan. Pada awalnya hanya satu atau dua orang yang membuka lahan. Lama-kelamaan semakin banyak pendatang yang masuk untuk membuka hutan karena tergiur oleh keuntungan perambah yang sudah terlebih dahulu membuka lahan. Para aktor tidak peduli dengan status lahan yang bukan miliknya secara legal.
Apa jadinya kalau semakin banyak perambah yang membuka lahan di hutan? Membayangkannya saja membuat Saya semakin geram. Bagaimana nasib generasi yang akan datang jika semua hutan sudah habis dibuka oleh perambah menjadi kebun?...
_Wallahualam bi shawab_
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H