Mohon tunggu...
Suci Indriyani
Suci Indriyani Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Program Studi Indonesia, Universitas Indonesia 2010

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

Tikus Hutan dan Makhluk Terkuat di Bumi

3 Oktober 2014   09:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:33 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sebuah hutan, hiduplah seekor tikus hutan yang membangun sarang di kaki gunung. Tikus itu selalu merasa tidak bahagia. Setiap hari yang dilakukannya hanya mengomel dan mengomel. Dia tidak pernah suka dilahirkan sebagai tikus yang hidup di dalam tanah. Tikus hutan juga selalu kesal karena dia tidak bisa selincah kelinci, sekuat macan, atau segagah elang.

Pada suatu pagi, tikus pun berandai-andai menjadi makhluk terkuat di dunia.

“Seandainya aku menjadi matahari. Tentu aku akan menjadi yang terkuat di bumi ini. Aku menerangi bumi dengan cahayaku. Semua makhluk di bumi sangat membutuhkanku.”

Beberapa saat kemudian, tubuh tikus hutan berubah menjadi matahari yang bersinar terang di langit. Kini, tikus menjadi makhluk tertinggi yang menyinari seluruh bumi dengan hangat sinarnya.

“Wah, aku ingin jadi matahari saja karena matahari lebih kuat dari makhluk apa pun di bumi!”

Sampai datanglah sekumpulan awan di hadapannya. Awan-awan itu menghalangi sinar matahari mencapai bumi

“Permisi matahari. Maaf, aku harus menutupimu.” kata awan.

“Ah, ada awan! Awan-awan itu menutupiku. Oh tidak. Ternyata, matahari bukan yang terkuat. Matahari dapat dikalahkan oleh awan. Sekuat apa pun cahaya matahari, dia tetap bisa dikalahkan oleh awan yang lembut. Ah, kalau begitu, aku ingin menjadi awan saja!

Beberapa saat kemudian, tikus hutan pun sudah berada di jajaran para awan. Awan-awan itu berkumpul dan bersenda gurau di atas langit. Tikus hutan merasakan kebahagiaan di sana. Awan-awan bersama-sama mengatur siasat untuk menurunkan hujan di berbagai wilayah bumi.

“Awan adalah makhluk terkuat di bumi. Karena awan membawa hujan yang menyuburkan tanah di bumi! Aku merasakan betapa matahari bertekuk lutut ketika awan datang. Hahaha. Sekarang akulah awan, makhluk terkuat di bumi.” gumam tikus hutan  dengan sombongnya.

Selang tak berapa lama, awan-awan yang sedang bercengkerama itu dikejutkan oleh datangnya angin kencang. Mereka semua kalang kabut.

Awan yang bergumul-gumul di angkasa itu ternyata tidak bisa berbuat apa-apa ketika angin datang. Angin kencang mampu memporakporandakan formasi awan yang sudah terbentuk. Tikus hutan pun terlempar jauh dari teman-teman sesama awan.

“Ah! Ternyata awan tidak bisa berbuat apa-apa jika ada angin. Itu berarti angin jauh lebih kuat daripada awan. Aku mau menjadi angin saja. Aku tak ingin menjadi awan yang lemah.”

Tikus hutan kemudian berubah menjadi angin. Di udara angin bergerak-gerak sesuka hatinya. Dia bisa menerbangkan apa saja yang dia mau. Angin juga membantu penyerbukan bunga-bunga untuk berkembang biak.

Angin kemudian bergerak ke seluruh penjuru bumi. Angin terus bergerak ke kota-kota, desa-desa, daerah pantai, sampai menuju gunung.

Jika mau, angin bisa memindahkan apa saja dengan segala kekuatannya. Ketika angin melewati gunung, angin pun penasaran ingin memindahkannya.

“Wah, besar sekali gunung ini. Dengan kekuatanku, akan kugeser gunung ini sejauh mungkin.”

Angin pun mengerahkan segala kekuatan untuk memindahkan gunung.

“Ugh! Berat sekali!” keluh angin

“Apa yang kau lakukan, Angin?” tanya gunung.

“Aku ingin memindahkanmu.”

“Semua yang kau lakukan akan sia-sia. Kau tak akan bisa memindahkaku.”

“Hah, berarti kau lebih kuat dariku?” tanya angin dengan napas tersengal-sengal.

“Ya. Kau mungkin bisa menggerakkan apa saja. Kau bahkan bisa memindahkan awan-awan yang gagah perkasa di langit. Tapi kau sama sekali tak bisa menggeserku.” jawab gunung.

“Kalau begitu adakah makhluk yang lebih kuat darimu, Gunung?” tanya angin penasaran.

“Tidak ada yang bisa melawan kekuatanku kecuali satu.”

“Siapa itu, Gunung?”

“Tikus hutan.”

“Hah? Apakah kau bercanda? Bagaimana mungkin tikus hutan bisa lebih kuat darimu?”

“Ya. Aku tidak pernah bisa menghalangi tikus hutan yang selalu melubangi tubuhku untuk dijadikan sarang.”

Mendengar penjelasan gunung, angin pun tak percaya sama sekali. Dia benar-benar tak menyangka, ternyata gunung yang tak bisa dikalahkan oleh angin justru takut pada seekor tikus hutan. Akhirnya detik itu pula, angin memutuskan untuk kembali menjadi tikus hutan saja.

Tikus hutan kembali pada sarangnya di kaki gunung. Dia merenung dalam-dalam tentang siapa makhluk terkuat di bumi. Ternyata di bumi ini tidak ada makhluk yang benar-benar kuat. Setiap yang kuat pasti bisa dikalahkan oleh makhluk lain. Bahkan makhluk kecil tak berguna seperti tikus hutan pun ternyata bisa mengalahkan kekuatan besar sang gunung. Sungguh Tuhan itu Mahaadil, begitu pikir tikus hutan. Sejak saat itu tikus hutan pun berjanji akan selalu bersyukur. Dia tidak akan berandai-andai lagi menjadi makhluk lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun