Masalah harga listrik sebagai sumber energi kembali menjadi pusat perhatian masyarakat, termasuk dunia usaha. Kenaikan tarif dasar listrik (TDL) terhitung mulai Juli menjadi pemicu peningkatan biaya produksi industri barang dan jasa serta bahan kebutuhan pokok masyarakat.
Dalam hitungan pemerintah dan PLN, rata-rata kenaikan TDL hanya sebesar 10% dan khusus untuk industri 15%. Akan tetapi dalam kenyataannya dunia usaha menanggung beban kenaikan mencapai 40%. Bahkan untuk sektor tertentu beban kenaikannya mencapai 60%.
Perbedaan beban kenaikan antara kebijakan pemerintah yang disetujui DPR dengan kenyataan lapangan terkait dengan cara perhitungan PLN untuk dunia usaha atau industri yang tidak hanya berdasarkan TDL, namun juga menggunakan (perhitungan kompensasi) tarif multiguna dan daya maksimum serta ada tambahan pajak pertambahan nilai yang dibebankan pada setiap faktur penjualan.
Bagi industri, kenaikan beban listrik yang memicu peningkatan biaya produksi, dapat mengubah peta persaingan pasar antara produk lokal dan impor. Pada sisi lain, tanpa peningkatan daya beli masyarakat, kenaikan biaya listrik itu semakin memberatkan konsumen rumah tangga dan juga dunia usaha.
Sebelum ada kenaikan tarif listrik saja, dunia usaha terutama sektor industri manufaktur sudah mengalami persoalan daya saing dan kewalahan melawan serbuan produk impor yang kian membanjir dengan harga murah.
Apalagi dengan berlakunya Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA) sejak Januari, persaingan semakin sukar dimenangi industri di dalam negeri.
Produk industri nasional yang dikembangkan dan dibuat dalam kawasan industri atau wilayah Indonesia akan semakin sulit bersaing dengan produk yang lahir dan dikembangkan di China, yang biaya produksinya lebih murah karena adanya berbagai insentif mulai dari suku bunga rendah, insentif perpajakan dan biaya listrik yang lebih murah.
Untuk produk yang sama, aple to aple, barang buatan China bisa lebih murah 10%-15% dibandingkan dengan buatan Indonesia. Kini, dengan adanya kenaikan beban listrik, daya saing produk industri nasional akan semakin melorot akibat membengkaknya biaya produksi.
Kenaikan tarif dasar listrik juga dapat memacu laju inflasi, dan secara otomatis akan membuat daya beli masyarakat semakin melemah dan daya serap pasar cenderung mengecil. Karena itu, pemerintah dan PLN perlu lakukan kaji ulang atas dampak kenaikan tarif listrik secara lebih komprehensif.
Meskipun pemerintah dan PLN dikabarkan akan merevisi kenaikan beban biaya listrik untuk sektor industri menjadi maksimal 18%, angka tersebut masih tetap terasa cukup tinggi.
Dengan struktur suku bunga bank, kondisi infrastruktur seperti sekarang ini, kemampuan dunia usaha untuk menerima beban kenaikan listrik rata-rata hanya 10%.