Mohon tunggu...
Indry Ayu D
Indry Ayu D Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

Memenuhi Tugas KKN-DR

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Merosotnya Perekonomian Masyarakat di Tengah Wabah Covid-19

10 Agustus 2020   13:00 Diperbarui: 10 Agustus 2020   13:15 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

1. Larangan masuk dan transit ke Indonesia, bagi para pendatang/travelers yang dalam 14 hari terakhir melakukan perjalanan di wilayah-wilayah, sebagai berikut:

  • Untuk Iran : Tehran, Qom, Gilan
  • Untuk Italia : Wilayah Lombardi, Veneto, Emilia Romagna, Marche dan Piedmont
  • Untuk Korea Selatan : Kota Daegu dan Propinsi Gyeongsangbuk-do.

2. Untuk seluruh pendatang/travelers dari Iran, Italia dan Korea Selatan di luar wilayah tersebut, diperlukan surat keterangan sehat/health certificate yang dikeluarkan oleh otoritas kesehatan yang berwenang di masing-masing negara. Surat keterangan tersebut harus valid (masih berlaku) dan wajib ditunjukkan kepada pihak maskapai pada saat check-in. Tanpa surat keterangan sehat dan otoritas kesehatan yang berwenang, maka para pendatang/travelers tersebut akan ditolak untuk masuk/transit di Indonesia.

3. Sebelum mendarat, pendatang/travelers dari tiga negara tersebut, wajib mengisi Health Alert Card (Kartu Kewaspadaan Kesehatan) yang disiapkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Di dalam Kartu tersebut antara lain memuat pertanyaan mengenal riwayat perjalanan. Apabila dari riwayat perjalanan, yang bersangkutan perah melakukan perjalanan dalam 14 hari terakhir ke salah satu wilayah yang kami sebut tadi, maka ybs akan ditolak masuk/transit di Indonesia.

4. Bagi WNI yang telah melakukan perjalanan dari tiga negara tersebut, terutama dari wilayah-wilayah yang saya sebutkan tadi akan dilakukan pemeriksaan kesehatan tambahan di bandara ketibaan.

Sampai hari ini, ratas kabinet masih saja membicarakan masalah ekonomi, belum membahas langkah-langkah strategis secara kemanusiaan penanggulangan COVID-19. Ekonomi Indonesia tidak akan membaik jika penanganan COVID-19 hanya dari sisi ekonomi. Berapa pun intervensi Bank Indonesia tidak akan memperbaiki nilai Rupiah terhadap USD. Beberapa negara yang sudah mereda serangan COVID-19 dari awal selalu menampilkan program penanganan COVID-19 bukan membicarakan faktor ekonomi karena dunia sedang krisis ekonomi.

Hari ini bangsa Indonesia masih menunggu, langkah tegas apa yang akan dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan kasus COVID-19, selain melarang penerbangan dari 10 negara yang sedang terjangkit parah COVID-19, melarang kumpul-kumpul dan tinggal di rumah tanpa ada langkah lain, seperti pembersihan kota dengan menggunakan disinfektan ala Pemkot Surabaya yang dilanjutkan dengan pemeriksaan gratis untuk COVID-19.

Untuk mengejar keterlambatan penanganan COVID-19, pemerintah Indonesia harus bekerja keras melalui Gugus Tugas COVID-19, terutama untuk koordinasi dengan pemerintah daerah. Koordinasi menjadi kunci utama penyelesaian konflik COVID-19. Semua kebijakan yang sudah ditetapkan pemerintah harus di lengkapi dengan tata cara pelaksanaannya, sehingga memudahkan K/L, pemerintah daerah sebagai pelaksana dan publik. Social Distancing atau jaga jarak kurang berhasil untuk menyelesaikan COVID-19 di Indonesia karena rendahnya disiplin orang Indonesia. Kalau mau berhasil, jaga jarak harus dilengkapi dengan penegakan hukum bagi yang melanggar.

Selain itu pendekatan jaga jarak juga harus memikirkan jalan keluar bagi pekerja sektor informal, misalnya pedagang kaki lima atau pengendara/pengemudi online atau industri tertentu yang tidak dapat bekerja dari rumah. Mereka tidak bisa makan hari itu kalau tidak bekerja. Untuk itu Jaga jarak tidak dapat menyelesaikan masalah COVID-19.

Berdasarkan referensi penyelesaian COVID-19 di beberapa negara, metode karantina merupakan metode yang tepat, termasuk untuk Indonesia, asalkan di rencanakan dengan baik. Untuk menjalankan karantina, pemerintah melalui Gugus Tugas harus menyiapkan anggaran dan personal aparat keamanan yang cukup.

Karantina konsekuensinya menutup wilayah secara keseluruhan. Tidak ada lagi manusia di tempat publik. Semua kebutuhan hidup di suplai oleh negara. Jika ada yang melanggar akan dikenai pidana kurungan atau denda. Selama proses Karantina, Kota di disinfektan dan masyarakat diajurkan untuk dirumah saja.

Namun sayang, sampai hari ini pemerintah masih ragu dan belum mengambil keputusan. Semakin lama memutuskan, semakin panjang waktu penyelesaian COVID-19. Dalam penanganan COVID-19 untuk mengatasi pandemi yang begitu menakutkan, keterbukaan adalah langkah yang sangat baik untuk mengatasi pandemi yang begitu menakutkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun