Pendidikan STEM (Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika) telah menjadi fokus global dalam mempersiapkan siswa menghadapi tantangan masa depan. Dalam artikel "STEM Learning through Engineering Design: Fourth-Grade Students' Investigations in Aerospace" yang ditulis oleh Lyn D. English dan Donna T. King (2015), penulis menyoroti pentingnya memperkenalkan teknik dan desain kepada siswa sejak usia dini. Mereka berargumen bahwa meskipun ada upaya yang semakin meningkat untuk mengintegrasikan STEM ke dalam kurikulum sekolah, sebagian besar fokus masih terpusat pada sains dan teknologi, sementara teknik sering kali diabaikan. Ini menjadi perhatian karena teknik memainkan peran penting dalam membentuk keterampilan pemecahan masalah dan berpikir kritis siswa, yang sangat diperlukan dalam dunia kerja masa depan yang terus berkembang.
Menurut laporan STEM Taskforce (2014), sekitar 60% sekolah yang menerapkan kurikulum STEM masih mengalami kesulitan dalam menyeimbangkan pembelajaran di antara empat disiplin ilmu tersebut. Kurangnya fokus pada teknik mengakibatkan siswa kehilangan peluang untuk terlibat dalam pengalaman yang dapat meningkatkan kreativitas dan pemikiran sistemik. Dalam studi mereka, English dan King menemukan bahwa siswa kelas empat yang terlibat dalam tantangan desain rekayasa menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam kemampuan mereka untuk mengaplikasikan konsep sains dan matematika secara nyata, dengan 30% dari siswa mampu menggunakan konsep matematika seperti geometri dan pengukuran selama proses desain pesawat mereka.
Opini ini akan mengkaji lebih dalam pentingnya mengintegrasikan teknik dan design thinking ke dalam pembelajaran STEM di tingkat dasar, serta bagaimana pendekatan ini dapat menciptakan siswa yang lebih siap menghadapi tantangan dunia kerja yang semakin kompleks.
***
Integrasi teknik ke dalam pembelajaran STEM di sekolah dasar bukan hanya tentang memperkenalkan siswa pada konsep teknik, tetapi juga tentang mendorong siswa untuk berpikir seperti seorang insinyur. Dalam penelitian English dan King (2015), siswa kelas empat yang terlibat dalam tantangan desain pesawat berhasil menggunakan design thinking untuk menyelesaikan masalah nyata. Mereka diberi tugas untuk merancang, membangun, menguji, dan memperbaiki model pesawat kertas yang dapat terbang selama mungkin. Studi ini menunjukkan bahwa ketika siswa diberikan kebebasan untuk berkreasi dan mengeksplorasi, mereka dapat menghubungkan konsep sains dan matematika yang mereka pelajari dengan masalah dunia nyata. Sebagai contoh, 60% dari siswa yang terlibat dalam penelitian ini mampu membuat sketsa pesawat mereka dengan rincian pengukuran dan instruksi yang jelas, menunjukkan peningkatan pemahaman mereka tentang konsep geometri dan sains.
Lebih jauh lagi, artikel ini menyoroti pentingnya proses iteratif dalam desain, di mana siswa harus melalui beberapa fase desain, pengujian, dan perbaikan. Proses ini memungkinkan siswa untuk belajar dari kesalahan mereka dan menemukan cara untuk meningkatkan produk mereka. Sebanyak 30% siswa menunjukkan pemahaman yang lebih mendalam tentang cara kerja gaya-gaya fisika, seperti gaya angkat dan gravitasi, ketika mereka mengevaluasi ulang desain pesawat mereka. Hal ini mendukung pandangan bahwa pembelajaran berbasis proyek yang menggunakan pendekatan design thinking tidak hanya mengajarkan keterampilan teknis, tetapi juga mendorong kemampuan berpikir kritis dan kreatif.
Dalam konteks pendidikan modern, di mana keterampilan berpikir kreatif dan adaptif sangat dibutuhkan, pendekatan ini sangat relevan. Laporan dari National Research Council (2012) menyebutkan bahwa pengenalan teknik pada tingkat sekolah dasar dapat membantu siswa mengembangkan keterampilan memecahkan masalah yang lebih kompleks di masa depan. Studi English dan King menguatkan temuan ini, di mana siswa yang terlibat dalam proses desain cenderung lebih terlibat secara aktif dalam pembelajaran mereka, yang pada akhirnya meningkatkan motivasi dan hasil belajar mereka.
Dengan demikian, pendekatan design thinking dapat berfungsi sebagai jembatan antara teori dan praktik, memungkinkan siswa untuk melihat bagaimana konsep yang mereka pelajari di kelas dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. Namun, penting juga untuk diingat bahwa peran guru dalam memfasilitasi pembelajaran ini sangat krusial. Guru perlu memberikan scaffolding atau bimbingan yang cukup agar siswa dapat merumuskan ide-ide mereka sendiri, tetapi juga memastikan bahwa mereka tidak terlalu diarahkan sehingga kehilangan kesempatan untuk berpikir mandiri. English dan King (2015) menekankan perlunya pelatihan tambahan bagi guru agar mereka dapat mendukung pembelajaran berbasis proyek dengan lebih efektif.
***
Mengintegrasikan design thinking dan teknik ke dalam pembelajaran STEM di sekolah dasar memiliki potensi besar untuk membangun keterampilan berpikir kritis dan kreatif yang sangat dibutuhkan siswa di masa depan. Penelitian English dan King (2015) menunjukkan bahwa siswa yang dilibatkan dalam proses desain rekayasa mengalami peningkatan signifikan dalam pemahaman konsep STEM dan kemampuan mereka untuk menerapkan pengetahuan ini dalam skenario dunia nyata. Dengan menerapkan pendekatan berbasis proyek, guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih dinamis, di mana siswa tidak hanya mempelajari konsep-konsep teoretis, tetapi juga mempraktikkannya.
Oleh karena itu, penting bagi lembaga pendidikan untuk memprioritaskan pelatihan bagi guru dalam mendukung penerapan design thinking dalam pembelajaran STEM. Hal ini tidak hanya akan meningkatkan hasil belajar siswa, tetapi juga membekali mereka dengan keterampilan penting untuk menghadapi tantangan global di masa depan.