Mohon tunggu...
Indriyani Syafitri
Indriyani Syafitri Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa IPB University

Perkenalkan Saya Indriyani Syafitri, saat ini saya berumur 19 tahun. Saya merupakan Mahasiswa aktif Eknomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University. Tujuan saya menulis artikel bertujuan untuk memberi pemahaman kepada masyarakat luas mengenai berkembangnya Ilmu Ekonomi Syariah di Indonesia maupun global.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Strategi Perkembangan Industri Halal terhadap Produk Halal yang Dikonsumsi Masyarakat di Negara Indonesia

4 Maret 2024   18:15 Diperbarui: 4 Maret 2024   18:16 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Industri halal merupakan usaha untuk menghasilkan suatu produk yang sesuai dengan prinsip-prinsip halal. Dalam Islam, "halal" mengacu pada segala sesuatu yang diperbolehkan atau diizinkan, sementara "haram" merujuk pada yang dilarang atau diharamkan oleh syariat Islam.

Salah satu faktor pertumbuhan ekonomi industri halal menurut hasil perdata mengenai perkembangan pemeluk agama Islam semakin bertambah menjadi 2,22 miliar umat berdasarkan data tahun 2024. Peningkatan populasi tersebut secara otomatis akan meningkatkan permintaan industri halal di masa yang akan datang.

Meningkatnya populasi Muslim menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap dinamika industri halal. Bila pada umumnya seorang konsumen hanya mensyaratkan bahwa produk yang dikonsumsi harus aman, bermanfaat serta tidak membahayakan. Namun, hal tersebut masih belum lengkap bagi konsumen muslim. Konsumen muslim juga mensyaratkan bahwa segala sesuatu yang dikonsumsinya harus halal secara syariat Islam. Oleh karena itu negara harus hadir untuk memberikan jaminan, tidak hanya terhadap ketersediaan pangan, obat dan kosmetik tetapi juga kehalalan produk tersebut.

Sebagian penduduk Indonesia lebih memilih makanan kemasan yang diimpor karena dianggap memiliki rasa yang lebih baik daripada produk lokal. Selain itu, produk impor juga dianggap lebih praktis bagi konsumen, terutama dalam hal penyimpanan makanan yang tersisa, karena biasanya dilengkapi dengan ziplock pada kemasannya. (Soegiono, 2012).

Beredarnya berbagai macam makanan kemasan impor telah mendorong masyarakat muslim untuk lebih selektif dalam memilih produk yang layak dikonsumsi, dimana tidak semua produk makanan impor telah berlabel halal MUI. Kehalalan produk menjadi salah satu faktor utama yang perlu dipertimbangkan oleh masyarakat. Salah satu hal yang diperhatikan oleh masyarakat muslim dalam memilih makanan, baik dari segi bahan baku maupun proses pembuatannya.

Menurut ajaran Islam seorang muslim tidak diperkenankan memakan sesuatu kecuali yang halal. Bukan cuma halal, tetapi juga thayyib (baik). Para ulama menafsirkan thayyib sebagai bergizi sesuai standar ilmu kesehatan (Syahputra, 2017).

Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH), produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. Dikutip dari BPJPH KEMENAG RI, "Berdasarkan regulasi JPH, ada tiga kelompok produk yang harus sudah bersertifikat halal. Pertama, produk makanan dan minuman. Kedua, bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman. Ketiga, produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan." kata Kepala BPJPH Kemenag Muhammad Aqil Irham, di Jakarta, Kamis (1/2/2024).

Indonesia juga memiliki lembaga yang dapat memberikan sertifikasi halal terhadap produk-produk makanan, obat-obatan dan kosmetik yang beredar di Indonesia. Lembaga tersebut adalah LPPOM-MUI (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia). Produk yang telah mencantumkan label halal dari LPPOM-MUI berarti secara proses pembuatan dan kandungan produk telah lulus diperiksa dan terbebas dari unsur-unsur yang dilarang oleh ajaran agama Islam. Pemberian label halal ini juga memberikan kejelasan terhadap produk makanan impor sehingga masyarakat muslim tidak ragu apabila hendak mengkonsumsi.

Pengembangan SDM dalam industri halal merupakan salah satu hal yang tidak kalah penting. SDM berperan sebagai pelaksana dan tenaga teknis di lapangan. Banyak SDM yang memiliki keahlian dalam teknologi pangan, farmakologi, dan bidang lainnya, tetapi kurang memiliki pemahaman yang memadai tentang konsep halal-haram. Oleh karena itu, diperlukan tenaga ahli yang memiliki pengetahuan mendalam dan penguasaan dalam kedua bidang, yaitu sains dan pemahaman agama, agar dapat dikonsumsi secara aman oleh konsumen muslim.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun