Indonesia, sebagai salah satu negara megabiodiversitas, memiliki kekayaan flora dan fauna yang luar biasa. Dari Sabang hingga Merauke berbagai puspa (tumbuhan) dan satwa unik menghiasi kekayaan alam negeri ini. Namun, dibalik keindahan tersebut ada ancaman serius terhadap keberlangsungan hidup mereka. Deforestasi, perburuan liar, perubahan iklim, serta degradasi habitat menjadi penyebab utama semakin banyaknya spesies yang masuk dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN).Â
Dilansir dari detik.com menurut CITES terdapat tiga kategori dalam lampiran, yaitu Apendiks I mencakup spesies yang dilarang untuk diperdagangkan dalam segala bentuk perdagangan, Â Apendiks II mencakup spesies yang bisa semakin terancam punah jika perdagangan terus berlangsung tanpa pengaturan dan pengawasan yang tepat dan Apendiks III meliputi spesies yang dilindungi negara atau habitat tertentu, yang bisa saja dipindahkan ke Apendiks I atau II jika statusnya berubah. berikut puspa dan satwa yang terancam punah meliputi:
- Trenggiling (Kritis - Appendiks I)
Trenggiling, atau Manis javanica, adalah mamalia bersisik yang hidup di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Thailand, Vietnam, Laos, Kamboja, dan Malaysia. Di Indonesia, hewan ini dapat ditemukan di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Trenggiling memiliki tubuh bersisik cokelat kekuningan, dengan bagian bawah yang berambut putih kecokelatan dan kulit abu-abu kebiruan. Panjang tubuhnya sekitar 79-88 cm dengan bobot 8-10 kg. Hewan ini memakan semut, rayap, dan larva serangga menggunakan lidah sepanjang 25 cm. Populasi trenggiling menurun 80% dalam 21 tahun terakhir.
- Tarsius Siau (Kritis - Appendiks II)
Tarsius Siau (Tarsius tumpara) adalah primata nokturnal dari Pulau Siau, Sulawesi Utara. Hewan ini memiliki ekor panjang berujung bulu, bulu abu-abu gelap, serta kepala yang dapat berputar 180 derajat. Tarsius Siau hidup di bambu, akar pohon beringin, dan kayu berlubang. Makanannya meliputi serangga seperti kecoa dan jangkrik, serta reptil kecil. Populasinya diperkirakan tersisa 1.300 ekor, turun 80% dalam tiga generasi terakhir.
- Rusa Bawean (Kritis - Appendiks I)
Rusa Bawean (Axis kuhlii) adalah spesies endemik Pulau Bawean, Jawa Timur. Rusa ini aktif sore hingga malam hari dan memiliki tinggi sekitar 65 cm serta panjang tubuh hingga 140 cm. Rusa Bawean memiliki rambut pendek berwarna kuning atau cokelat. Populasinya diperkirakan hanya 300 ekor, dan habitatnya berada di hutan atau lereng curam.
- Orangutan Kalimantan (Kritis - Appendiks I)
Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) tersebar di Kalimantan, Sabah, dan Serawak. Mereka hidup di hutan dataran rendah dan lahan gambut. Orangutan ini memiliki rambut panjang kusut berwarna merah gelap dan wajah beragam dari merah muda hingga hitam. Tinggi dewasa 1-1,5 meter dengan berat 30-90 kg. Populasi menurun akibat deforestasi besar-besaran yang menghilangkan 55% habitat mereka dalam 20 tahun.
- Badak Sumatra (Kritis - Appendiks I)
Badak Sumatra (Dicerorhinus sumatrensis) merupakan badak terkecil dengan panjang 2-3 meter dan bobot 600-950 kg. Memiliki dua cula, kulit tipis cokelat kemerahan, dan hidup di Sumatra. Populasi kurang dari 100 individu pada 2016 akibat pembangunan yang merusak habitat mereka.
- Harimau Sumatra (Genting - Appendiks I)
Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) adalah harimau kecil yang hidup di hutan dataran rendah hingga pegunungan di Sumatra. Panjang tubuhnya 198-250 cm dengan berat 90-140 kg. Populasinya tersisa sekitar 400-600 ekor, berkurang akibat degradasi habitat dan perburuan ilegal.
- Edelweis (Kritis)
Edelweis (Anaphalis javanica) adalah bunga abadi yang tumbuh di ketinggian 1.600-3.600 mdpl dan mekar antara April dan Agustus. Bunga ini memiliki batang silinder, daun tipis, dan kepala bunga oranye. Populasinya menurun karena sering dipetik pendaki, dan dilindungi dengan denda tinggi bagi pelanggar.
- Acung Jangkung
Acung Jangkung (Amorphophallus decus-silvae) adalah tanaman endemik Jawa Barat dan Jawa Tengah, dengan tinggi 2-3,5 meter dan tangkai keabu-abuan berbintik cokelat. Tanaman ini mengeluarkan bau menyengat saat mekar dan populasinya menurun akibat alih fungsi lahan.
- Anggrek Hitam
Anggrek Hitam (Coelogyne pandurata) tersebar di Kalimantan dan Sumatra, hidup di pohon dekat sungai dengan kelembapan 60-85%. Berbunga antara Oktober dan Desember, populasi tanaman ini terancam oleh perburuan, perusakan hutan, dan kebakaran.