Mau dijelaskan bagaimanapun rasanya sulit melawan sigma ini. Anak tunggal, alias anak satu satunya dengan stereotype manja, egois, dan perhatian berlebih, bagi Sebagian anak tunggal sudah biasa mendengar sigma stigma buruk itu.
Kalimat kalimat "Jadi anak tunggal enak, gak perlu ngalah!" atau "Pantes egois dan manja, anak tunggal sih" seakan jadi anak tunggal adalah sebuah kesalahan, padahal semua itu benar benar tergantung cara sang orang tua mendidik anaknya...
Kalo anak tunggal kaya raya sih enak ya? Hahaha, anak tunggal memang dibentuk secara detail oleh sang orang tua, benar benar diukir perbagiannya, Cuma kalo salah salah dikit ya Namanya manusia, kadang suka melenceng. Tapi sekarang saya mau sedikit menjelaskan kenapa anak tunggal juga berat, sama seperti anak anak lainnya.
Manja, ya manja yang seperti apa dulu nih? Maunya diturutin terus? Atau selalu merengek? Sekarang saya tanya sama si Sulung, Tengah, dan Bungsu "Emang waktu kecil kalian gak pernah gitu ya?" Seiring berjalannya waktu makin malu gak sih merengek sama orang tua? Apalagi posisinya anak tunggal non kaya raya, dan karena terbiasa semua keinginannya terpenuhi malah bikin anak tunggal Ambisius, rata rata anak tunggal itu ya anak ambis yang biasanya dibenci seisi kelas karena ada aja kelakuannya yang bikin guru semangat ngasih tugas.
Soal Egois, anak tunggal hampir tidak pernah mengalah, iya hampir... bagaimana jika sang orang tua punya mimpi yang berbeda dengan mimpi sang anak? Pilihan utama atau bahkan tidak ada pilihan lain selain mengalah dan menuruti semua keinginan orang tua meski bertentangan dengan mimpi. Tapi harus digarisbawahi, orang tua pasti ingin yang terbaik untuk anaknya, jadi mimpi mimpi itu juga sudah dipikirkan matang oleh mereka, jangan anggap mereka pembunuh mimpi!
Sebenernya yang jadi beban terberat anak tunggal ya tanggung jawab sih, mungkin tidak se-sulit Sulung yang bukan hanya bertanggung jawab atas orang tua, tapi juga Adik adik, tapi setidaknya anak yang punya saudara bisa sedikit berbagi beban, sedangkan anak tunggal, sampai mati ia punya tanggung jawab yang sama, tidak pernah berubah, dan juga mimpi orang tua, ekspektasi orang tua terhadap anaknya pasti tinggi, dan dalam posisi anak tunggal semua ekspektasi itu benar benar ada dipundaknya, harus sukses, harus bisa ini, bisa itu, harus begini, harus begitu. Tak punya banyak pilihan selain ya mewujudkan semua ekspektasi itu sendiri, iya sendiri.
Tapi enaknya, anak tunggal tak harus berbagi surga, tak harus ber-drama seperti penduduk mekkah yang benar benar ingin surga, hingga berani menempuh jalur hukum dunia. Ya itu di mekkah, kalo di sini? Ya lihat saja berita yang beredar...
*piss
Simpulan saya pribadi, semua anak punya tanggung jawab sendiri, punya beban sendiri, tak perduli anak tunggal, anak sulung, anak tengah atau bahkan anak bungsu. Mungkin nama bebannya aja yang beda, beratnya sama, tetap berjuang, tak perduli lahir diurutan keberapa kamu, karena orang tua mu punya harapan terhadapmu.
Semangat!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H