Mohon tunggu...
Indri Syailendra
Indri Syailendra Mohon Tunggu... -

Hanya engkau yang bisa mengambil ragaku, calon seorang istri...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Moratorium Iklan Politik Bukti “Kegusaran” Demokrat

27 Februari 2014   20:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:24 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: stat.ks.kidsklik.com

[caption id="" align="aligncenter" width="542" caption="sumber: stat.ks.kidsklik.com"][/caption] Sebelumnya Komisi I DPR RI gigih mendesak gugus tugas pengawasan dan pemantauan pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye Pileg segera melakukan moratorium semua iklan politik yang dilakukan peserta pemilu 2014. Gugus tugas terdiri dari Komisi Pemilihan Umum, Komisi Penyiaran Indonesia, Badan Pengawas Pemilu, dan Komisi Informasi Pusat.

Akhirnya pada Selasa (25/02), moratorium itu disepakati bahwa peserta pemilu dilarang memasang iklan kampanye maupun iklan politik di media massa sebelum dimulainya masa kampanye terbuka pada tanggal 16 Maret – 5 April 2014. Menyusul keputusan itu, Komisi 1 meminta tim gugus tugas untuk menyosialisasikannya kepada seluruh partai politik dan menghentikan iklan mereka di media.

Keputusan tersebut menarik dicermati karena menyangkut kepentingan sejumlah partai politik yang mungkin merasa “gerah” dengan partai – partai tertentu yang memiliki dana lebih besar untuk melakukan iklan di media massa. Pasalnya, aturan tersebut diberlakukan diwaktu yang “mepet” dan baru pada pemilu tahun ini.

Seperti yang diketahui sejumlah parpol yang gencar melakukan iklan partai politik di media massa adalah Hanura, Golkar, Nasdem dan Gerindra selebihnya sangat minim bahkan tidak memasang iklan politik sama sekali di media massa. Harga iklan di media massa terutama televisi tidaklah murah, bisa mencapai angka miliaran rupiah.

Lalu partai apa yang paling diuntungkan dari keputusan penghentian iklan politik tersebut? Jawabannya Demokrat. Komisi 1 DPR RI moyoritas diduduki oleh anggota fraksi Demokrat yang berjumlah 13 orang dari 45 kursi yang ada. Iklan Demokrat tahun ini sangat minim menyusul anjloknya elektabilitas Demokrat karena menjadi partai terkorup tahun 2013.

Padahal pada pemilu tahun – tahun sebelumnya, Demokrat gencar melakukan iklan politik terutama iklan anti korupsi yang dibintangi oleh  Angelina Sondakh, Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng, dll. Ketiganya gini terjerat kasus korupsi. Nah, mengapa moratorium iklan tersebut tidak diberlakukan dari pemilu – pemilu sebelumnya? Dimana iklan politik didominasi oleh Demokrat.

Hal ini tentu menimbulkan tanda tanya besar mengapa anggota fraksi Demokrat di Komisi 1 “ngotot” sekali mendesak tim gugus tugas segera melakukan moratorium semua iklan politik peserta pemilu. Padahal yang perlu diperhatikan dan dikaji ulang oleh komisi ini adalah persoalan Undang – Undang Pemilu yang tidak tegas membuat aturan kampanye karena isinya multitafsir.

Berdasarkan UU Pemilu, kriteria kampanye terdiri dari penyampaian visi misi, penyebutan nomor urut, dan melakukan ajak untuk memilih. Selain itu, pelanggaran kampanye baru bisa dikatakan jika semua syarat itu terpenuhi secara kumulatif.

Sementara bagi Bawaslu, iklan politik bisa dikategorikan pelanggaran karena masa kampanye terbuka baru bisa dilakukan tanggal 16 Maret 2014. Inilah yang seharusnya menjadi perhatian komisi 1 yang didominasi oleh anggota fraksi Demokrat. Sementara itu pembahasan mengenai RRU Pemilu malah dihentikan. Aturan moratorium iklan tersebut jelas tidak memiliki landasan yang cukup kuat.

Ada apa dengan Demokrat? Kenapa Demokrat terkesan khawatir dengan eksistensi dan popularitas partai – partai lain di media massa. Bukankah politisi Demokrat, Ruhut Sitompul sebelumnya mengatakan bahwa iklan partai politik di media massa sebagai bentuk ketidak – pede – an.

Mentang-mentang dia yang punya TV, dia ketua umum partai, dia Capres (calon presiden), dia colong start," kata Ruhut.

Lantas apa yang salah dengan iklan politik? Demokrat seperti kebakaran jenggot karena elektabilitasnya terus anjlok sementara iklan di media massa sangat minim. Jika Demokrat sudah tidak memiliki cukup banyak uang untuk memasang iklan politik, sebaiknya jangan “menggangu” partai lain yang punya lebih banyak uang. Jika ingin membuat peraturan yang jelas tentang kampanye, harusnya fokus dan melanjutkan pembahasan RUU Pemilu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun