[caption id="" align="aligncenter" width="538" caption="sumber: radaronline.co.id"][/caption] Sejak Deklarasi Jokowi sebagai Capres PDI Perjuangan 2014 pada Jumat (14/03) lalu, partai Gerindra dan PDIP saling menyerang. Pihak Gerindra dan Prabowo menuding PDIP dan Megawati telah melanggar perjanjiang Batu Tulis dengan memajukan Jokowi. Sementara pihak PDIP mengaku tidak melanggar perjanjian apapu karena isi kesepakatan yang dibuat pada 2009 itu tidak mengikat secara hukum. Gerindra dan PDIP saling menyerang lewat media massa dan jejaring sosial media, saling mengungkit dan membuka borok kesalahan di masa lampau. Keduanya lupa pernah sangat mesra, dimana Megawati dan Prabowo berduet dalam Pemilu 2009. Prabowo tidak hanya melimpahkan kekesalannya pada Megawati dan PDIP tetapi juga pada Jokowi. Prabowo merasa dikhianati oleh Jokowi yang dulu semasa Pilkada DKI Jakarta didukungnya penuh. Sementara Megawati dan PDIP berpikir pragmatis, yaitu bagaimana memenangkan Pemilu yang sudah di mata dengan mengumpankan Jokowi. Apapun tudingan dan pembelaan dari kedua belah pihak, tidak membuat masyarakat berpihak pada salah satunya, justru masyarakat jengah melihat calon pemimpin yang saling menyerang dan mengungkit aib masing – masing. Baik Prabowo ataupun Megawati tidak luput dari kesalahan di masa lampau. Kedua – keduanya merasa paling bersih dan berhak menjadi pemimpin di negeri ini, padahal mereka memiliki catatan kelam yang mencederai kedaulatan RI. Prabowo memiliki catatan kelam yang masih meninggalkan jejak hingga saat; penculikan aktivis dan pelanggaran HAM berat. Begitu juga Megawati yang semasa menjadi Presiden, menyalah gunakan kekuasaan dengan menjual semua aset – aset berharga miliki negara yang berimbas dan labilnya perekonomian nasional saat ini. Apakah Prabowo dan Megawati begitu juga dengan Jokowi berani jujur mengakui kesalahannya masing – masing? Jawabannya tentu tidak, karena mereka justru saling lempar masalah dan menjelek – jelekkan satu sama lainnya. Miris melihat calon pemimpin yang saling menyerang seperti mereka di saat bangsa ini membutuhkan pemimpin yang memiliki strategi dan solusi untuk memecahkan masalah yang mendarah daging di tanah air. Hingga saat ini, mereka tidak memiliki konsep yang jelas dan terarah bagi persoalan Indonesia, keduanya terlalu sibuk saling menjatuhkan. Dari sini masyarakat dapat melihat kualitas pemimpin dan parpol di atas. Prabowo lebih mengutamakan emosional dalam menghadapi persoalan, Jokowi juga tidak ada bedanya. Masyarakat sudah lelah dengan pemimpin yang hanya sibuk mengurusi persoalannya sendiri, selama bertahun – tahun masyarakat bersabar dan jadi penonton yang baik. Namun sekaranglah saatnya masyarakat menentukan pilihan pada pemimpin yang tepat, pemimpin yang tidak sibuk saling menyerang dan menjelek – jelekkan. Hanya pemimpin yang memiliki strategi dan solusi yang jelas dan tepat sasaran yang pantas menjadi pemimpin negara ini ke depannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H