Tetiba siang hari di kemarau yang panjang tahun ini di kebun buah-buahan yang sedang berbunga, berbuah dan rimbun begitu terasa terik menyengat, angin menderu tak tentu arah hingga ranting dan dahan pohon-pohon bergoyang-goyang mengikuti arahnya, debu, dedaunan kering bergeser dan hembusan angin pun berasa panas.
Â
Dari ujung kebun masuk seseorang berbaju singlet celana pendek perawakan sedang berotot, berkulit coklat rambut cepak menghampiri saya yang sedang menyiram pohon durian. Mang Satun namanya salah satu tetangga kebun yang aku kenal baik, disamping itu ada namanya Mang Udin, Usang, Haji Aceng dan haji haji haji lainnya.Â
Â
Saya sudah satu tahun lebih berinteraksi dengan mereka lantas mengikuti kebiasaan warga memanggil sesorang dengan gelar hajinya hingga saya lupa namanya mereka dan saya ikut 'latah' bila bertemu seseorang baru kenal dan terlihat penampilnya beda saya panggil mereka Pak Haji dan terlihat wajahnya semringah.
Dari merekalah aku belajar tentang situasi dan kondisi lingkungan kebun, seperti kondisi tanah, tanaman, lingkungan saar musim hujan dan kemarau termasuk pula cuacanya. Kebiasaan petani, pupuk yang biasa di pakai, jenis tanaman yang cocok dan lainnya. Termasuk pula keadaan pergaulan, lingkungan sosial dan ekonominya yang bagi saya pendatang dan sedang mburuh kebun, cukup unik.
Salah dua contoh bila melayat di tempat warga mampu (haji) pulangnya di beri amplop begitu cerita rekan mburuh, mulanya saya tidak percaya namun suatu saat saya dapat kabar tetangga kebun pak haji (lupa namanya) meninggal dunia, saya melayat dan saat pulang dapat salam tempel pun saat hadir di tahlilan.Â
Demikian pula bila ada kelahiran anak, suatu saat bahkan sering rekan mburuh pinjam uang selalu  saya tanya keperluan apa, mereka bilang 'ngamplop' syukuran 'jagong' bayi dan menurut mereka sampai tiga hari tiga malam layaknya hajatan lainnya cuma tidak pakai panggung hiburan dan pengeras suara, what? Begitulah adat. Saya mah menerapkan ujaran dimana bumi kita dipijak disitu langit kita junjung.Â
Kembali ke pertemuan saya dengan Mang Satun, seperti biasa ngobrol ngalor ngidul lalu membahas kemarau yang panjang yang menurutnya tahun ini begitu terik dan angin yang bertiup berasa panas lalu berujar sembari tangannya diangkat ke arah angin lalu berujar tunggu angin dari arah Barat ke Timur secara konstan lalu akan diikuti mendung lantas angin terhenti dipastikan akan turun hujan demikian ujarnya, betulkah? Tanpa sadar tangan saya pun ikut diangkat merasakan hembusan angin kencang dari arah Utara kadang Selatan tak tentu arah, lalu melanjutkan siraman sembari berdoa angin dari arah Barat segera tiba, semoga. (SS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H