Ilustrasi: kalam.sindonews.com
Bulan Ramadhan dikenal dengan bulan pengendalian hawa nafsu. Selama sebulan penuh, secara marathon, siang dan malam kaum muslimin ditempa untuk belajar mengendalikan nafsu.
Nafsu  pada  diri  manusia  pada  awalnya  bersifat  netral. Kemudian  Allah  menciptakan  kecenderungan  pada  nafsu (jiwa) manusia untuk taat dan maksiat. Allah berfirman: QS. Asy-Syams: 7-8 yang artinya :
"Dan  demi  jiwa  serta  penyempurnaan  ciptaannya.  Maka Dia  mengilhamkan  kepadanya  (jalan)  kejahatan  dan ketakwaannya."
Manusialah  yang  menjadikan  nafsunya  bersih  serta  selalu cenderung kepada kebaikan atau menjadikannya kotor dan selalu cenderung kepada keburukan. Allah berfirman:
"Sungguh  beruntung  orang  yang  mensucikan  jiwanya  dan sungguh merugi orang yang mengotori jiwanya."
Manusia memiliki kemampuan untuk mengendalikan hawa nafsunya  yakni  keinginan-keinginannya.  Keinginan  itulah yang disebut hawa nafsu. Mengendalikan hawa nafsu artinya menundukan  dan  mengarahkan  keinginan-keinginan  jiwa yang  kotor  supaya  menjadi  keinginan  yang  baik.Â
Nafsu yang  tidak  terkendali  disebut  nasfu  ammaaroh  dan  nafsu lawwaamah. Sedangkan nafsu yang sudah terkendali disebut nafsu radhiyah dan muthmainnah.
Bagaimana  cara  mengendalikan  hawa  nafsu  itu? Bagaimana  supaya  jiwa  kita  menjadi  jiwa  yang  radhiyah dan muthmainnah?
Hawa nafsu harus dikendalikan dengan cara menundukannya dengan  wahyu,  dengan  syariat  Islam.  Bukti  keimanan seseorang adalah kemampuannya menundukan hawa nafsu dengan  syariat  yang  dibawa  oleh  nabi  SAW.  Rasulullah bersabda: