Mohon tunggu...
Indriati satya widyasih
Indriati satya widyasih Mohon Tunggu... -

I am a teacher, naked traveller, freelance translator, and independent writer

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

“Handorf” Kota Jerman nan Menawan di Australia Selatan

26 Agustus 2016   01:54 Diperbarui: 26 Agustus 2016   02:27 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Disana, akan kita lihat barisan pepohonan Oaks atau Gums yang seragam khas Australia tanpa dedaunan karena musim gugur menjelang semi. Cabang pohon lancip tanpa daun menari gemulai tertiup angin kencang yang kering. Dingin, satu kata akan terucapkan apabila kita berada di Handorf (nama kawasan) sekitar bulan Agustus. Pagi hari itu, penulis berkesempatan mengunjungi Handorf yang acap kali di sebut –sebut oleh penduduk kota Adelaide, Australia Selatan. Merasa tertarik maka pagi buta penulis sudah melangkah pergi kesana. Ternyata, tidak salah apa yang dikatakan oleh mereka, Handorf sangatlah menyenangkan untuk menjadi salah satu destinasi favorit di Adelaide.

Pertama kali menjejakkan kaki disana sekitar pukul 08.00, terhirup udara segar menyeruak dan dapat terlihat alur jalan yang sangat nyaman dan tenang khas Australia Selatan. Ternyata belum banyak orang yang dating karena hampir semua aktivitas disini dimulai pada pukul 09.00. Disana penulis melihat gereja yang cukup megah dengan ornamen khas berwarna kecokelatan dan krem, sungguh indah. 

Berikutnya adalah barisan pertokoan yang menjual berbagai macam produk ciri khas jerman seperti topi, baju, bendera, sepatu dan lain sebagainya. Ada satu toko yang pemiliknya sudah tampak membuka pintu dan membereskan dagangannya yang berupa souvenir. Penulis pun membeli beberapa kartu pos dan gantungan kunci yang memang harganya sedikit lebih mahal daripada di Indonesia tentunya.

Melangkah kembali dan menemukan bangunan sedrhana yang ternyata merupakan sebuah museum dan "art gallery." " Host family" saya sempat mengatakan bahwa museum tersebut bernuansa Jerman. Sempat dilanda ragu untuk memmasukinya, tapi kebetulan sekali ada seorang Chinese yang tengah berjalan-jalan di depan museum tersebut. 

Akhirnya kami berkenalan dan bersama  memasuki museum dan "art gallery" tersebut. Teman baru saya dengan lancar menjelaskan berbagai seluk beluk barang dan ruangan yang ada disana. Ternyata dia bukan pertama kalinya mengunjungi museum ini.  Di dalamnya terdapat berabagai jenis lukisan yang menyambut pengunjung, dengan harga yang berkisar sekitar 2000 AUD membuat lidahku berdecak, antara kagum dengan lukisan-lukisan surrealis yang berharga cukup fantastis tersebut bercampur dengan keinginan memilikinya. 

Suasana yang sepi dan tenang, memuat kami terhanyut memaknai lukisan tersebut. Dengan lantai terbuat dari kayu, tempat tersebut terasa hommy. Setelah itu, memasuki ruang lain dan berbagai benda sejarah peninggalan bangsa imigran Jerman dapat ditemui. Dari mulai pakaian wanita Jerman masa lampau yang terdiri atas long dress dengan kerah Victorian berenda hingga mesin pembuat kue yang antik.

Setelah puas melihat-lihat koleksi museum ini, kami pun berjalan kemali menyusuri jalan Handorf yang bersih dan lengang. Kami pun masuk sebentar ke sebuah toko yang menjual berbagai jenis produk dari kulit. Teman baru saya berbisik bahwa harganya cukup mahal karena semua adalah kulit asli. Dari mulai sepatu, jaket, mantel, topi, dan lain-lain terlihat sangat berkualitas dan mau tidak mau membuat kami berlama-lama sekedar menyentuhnya. 

Setelah itu, kami pun memasuki  toko berikutnya yang menebarkan harum khas "aroma therapy" ketika kita tiba di depannya. Saat di dalam, terlihat barisan sabun "aroma therapy" dengan berbagai macam wangi dan warna. Disana, pembeli dapat membuat sabun dengan bentuk, warna, dan wangi sesuai dengan keinginan. 

Tentu saja harganya lebih mahal dari harga sabun biasa, sekitar 5 AUD. Berikutnya, kami pun melanjutkan perjalanan dan melihat peternakan kuda hingga akhirnya terhenti untuk membeli ice cream yang terdiri dari aneka rasa. Harganya pun  lumayan, sekitar 4 AUD. Tetapi memang sesuai dengan kenikmatan yang dirasakan. Setelah itu, kami pun memasuki toko yang menjual berbagai jenis lukisan khas suku Aborigin. Keunikannya tampak jelas, dimana noktah berbagai macam warna membentuk bentuk dan rupa yang sangat indah. Ternyata, noktah tersebut dibuat dengan menggunakan ranting pohon yang memiliki diameter, yang akan ditutulkan ke atas kanvas secara seksama.

Matahari terasa mulai terik, orang-orang mulai berlalu lalang menyusuri jalanan Handorf.  Umumnya mereka datang dari luar Adelaide.  Sungguh, Handorf adalah surga kecil bagi kami, ujar seorang ibu tua yang tengah menikmati hangatnya sinar matahari pagi. Setiap liburan seringkali dia menghabiskan waktunya di Handorf untuk membuang kebosanan di Melbourne. 

Tinggal di negeri orang bukanlah hal yang mudah. Apalagi harus berada di tengah hiruk pikuknya kota seperti Melbourne yang bercampur dengan kesibukan luar biasa dalam mengerjakan aktivitas. Oleh karenanya, alangkah menyenangkannya jikalau menyempatkan diri untuk menyusuri jalanan Handorf ini seraya menikmati segarnya udara yang masih bersih dan segar. Dengan mengunjungi kawasan ini, ingatan kita seolah kembali pada masa lampau dimana kaum imigran menemukan Benua Australia untuk pertama kalinya.

September 2014.
Adelaide

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun