Mohon tunggu...
Indriati satya widyasih
Indriati satya widyasih Mohon Tunggu... -

I am a teacher, naked traveller, freelance translator, and independent writer

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

ASI VS Karir

26 Agustus 2016   07:49 Diperbarui: 26 Agustus 2016   07:58 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Air Susu Ibu. Tidak diragukan lagi manfaatnya yang sangat besar bagi bayi kita. Tatkala dibandingkan dengan susu formula, ASI memiliki beberapa keunggulan, antara lain: tidak basi, mengandung zat yang membuat bayi mengantuk cepat, mudah dicerna dan diserap oleh tubuh bayi, memberi kekebalan, dsb. Oleh karenanya, saat ini banyak ibu yang mencoba untuk memberikan ASI ekslusif meski terbentur dengan kendala pekerjaan. Kesadaran ibu-ibu saat ini kembali meningkat akibat adanya sosialisai besar-besaran dari pemerintah. Dari mulai iklan pemberian ASI ekslusif di televisi hingga penyuluhan dan seminar. 

Permsalahan yang terjadi berkaitan dengan ASI ekslusif yang sebaiknya diberikan selama enam bulan kepada bayi ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Sebagaimana pengalaman saya dengan anak pertama. Dengan penuh penyesalan saat ini, dulu saya tidak "ekslusif" memberikan ASI kepadanya. Karena saat itu saya sudah bekerja, maka anak pertama saya yang baru berumur empat bulan terpaksa ditinggalkan dengan pengasuh. Akibat kurangnya pengetahuan saya mengenai ASI ekslusif (yang sebenarnya dapat disimpan lama dalam lemari es), akhirnya saya memutuskan untuk mengkombinasikan ASI dengan sufor. 

Ketika saya berikan kepada anak saya, terjadilah penolakan.Dia sama sekali tidak mau meminum sufor dari dotnya. Akhirnya saya berikan dengan menggunakan sendok. Sementara ASi saya yang sangat berlimpah terbuang begitu saja akibat berada di kantor seharian. Sungguh saya menyesalinya dan tidak ingin mengulanginya saat ini. Anak pertama saya sering sakit-sakitan, mungkin saja hal tersebut disebabkan oleh pemberian ASI yang tidak benar.

Sekarang saya memiliki anak kedua yang berjenis kelamin laki-laki. Ketika lahir, ASI saya sama sekali tidka ada. Mungkin akibat ketegangan saya karena harus mengalami operasi Caesar. Saya sedih sekali sekaligus bingung karena ketika bayi akan diberikan inisiasi dini, ternyata ASI saya kering. Akhirnya bayi saya menangis terus. Ibu saya yang tidak tega, segera menghubungi perawat. Ternyata, perawat tersebut akhirnya memberikan susu formula atas permintaan kami yang tidak tega melihat bayi kelaparan.

Ternyata hal ini berdampak buruk. Setelah tiga hari mengkonsumsi sufor, bayi saya dinyatakan alergi sufor. Hal ini bisa dilihat dari bercak kemerahan di sekujur tubuhnya. Saya sangat shock dan menyesal. Oleh dokter, saya disarankan untuk memberinya susu formula khusus yang harus dibeli di apotik dengan harga relatif mahal. Tetapi, sebelum saya membelinya, ASI saya ternyata keluar sehingga saya tidak jadi membelinya. Dengan senang hati saya memberikannya kepada anak saya. Akibat ketakutan ASInya berkurang, saya mengkonsumsi berbagai jenis penyubur ASI. Dari mulai pil katuk, daun katuk hingga sayuran hijau. Dan syukurlah ASI cukup memadai dan anak saya bertambah gemuk.

Namun, saat ini cuti saya hampir habis. Seketika kebingungan melanda. Harus bagaimanakah memberikan ASI ekslusif kepadanya. Saya mencoba membaca berbagai literatur, dan akhirnya memutuskan akan meyimpan stok ASI saja di lemari es. Tetapi, bagaimana dengan proses pemerahannya?..Tempat kerja saya tidak senyaman kantor biasa. Tidak ada lemari es ataupun ruangan khusus. Ini tentu menjadi kendala bagi saya. 

Masa harus memerah ASI di toilet sekolah yang tidak higienis?...Oleh karena itu, saya mengusulkan agar pemerintah juga mulai menginstruksikan agar ada tempat khusus ASI di setiap tempat kerja. Sukur-sukur bila ada tempat penitipan bayinya sekalian agar anak bisa disusui langsung. Saat ini, saya hanya dapat berharap agar problematika ibu-ibu pemberi ASI ekslusif dapat terpecahkan dan ada solusi alternatif yang tepat. Sehingga, program pembentukan generasi bangsa yang cerdas dan bekualitas dapat terjaga tanpa berbenturan dengan karir.

Purwakarta, Agustus 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun