Mohon tunggu...
Indriati satya widyasih
Indriati satya widyasih Mohon Tunggu... -

I am a teacher, naked traveller, freelance translator, and independent writer

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Eksistensi Sastra yang Terabaikan!

10 Februari 2014   22:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:57 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Literature adds to reality, it does not simply describe it. It enriches the necessary competencies that daily life requires and provides; and in this respect, it irrigates the deserts that our lives have already become.

(C. S. Lewis)

Jelas sudah, berdasarkan kutipan di atas, sastra memiliki keterkaitan erat dengan realitas kehidupan.  Tentu saja tidak hanya menjelaskan maknanya, tetapi juga memiliki kemampuan untuk menyuburkan  dan mengairi  kehidupan. Sastra dapat menjadi  alat yang sangat ampuh untuk menjadikan hidup lebih berguna dan maksimal. Bisa dilihat, mahakarya sastra yang dimiliki oleh setiap negara, seperti Ramayana, Bharatayuda hingga si Kabayan, memiliki filosofi serta nilai moral yang sangat mempengaruhi  karakter dan cara pandang rakyatnya.

Sayangnya, bila istilah sastra ditanyakan kepada peserta didik, belum tentu mereka bisa menjawabnya dengan tepat.  Salah satu penyebab kurang familiarnya peserta didik dengan keberadaan dan pembelajaran sastra adalah masih sedikitnya porsi pembelajaran sastra  dalam kurikulum dibandingkan dengan linguistik atau tata bahasa. Kurikulum di Indonesia cenderung lebih menitikberatkan kepada aspek linguistic yang jelas-jelas tidak terlalu menunjang bagi kehidupan nyata peserta didik. Sementara, sastra yang memiliki berbagai kemampuan untuk mempengaruhi kualitas hidup secara nyata seolah diabaikan. Keadaan ini diperburuk dengan kurangnya “knowledge” dan “skill”  para pengajar dalam area sastra. Tidak dapat dipungkiri lagi, akibat penganaktirian sastra yang sudah berlangsung lama, maka banyak  pengajar yang kurang mumpuni dalam ikhwal pengajaran sastra yang otomatis diwariskan secara turun-temurun. Sehingga tidak mengherankan bila peserta didik kurang mengenal dan tidak mengetahui (apalagi memperoleh) manfaat dari karya sastra; baik berupa sastra lisan dan tulisan dalam berbagai bentuk seperti  cerpen, novel, syair, pantun, drama.

Padahal, jika kita pelajari dan telaah, berbagai manfaat dari pembelajaran sastra akan kita peroleh jika diajarkan dan dipelajari dengan sungguh-sungguh. Menurut Bachrudin Mustafa (2008), manfaat utama sastra adalah kemampuannya untuk menciptakan pemikiran kritis (critical thinking) serta humanisme (kemanusiaan). Karya sastra menyajikan nilai-nilai keindahan serta paparan peristiwa yang mampu memberikan kepuasan batin pembacanya. Di samping itu, sastra juga mengandung pandangan yang berhubungan dengan renungan dan kontemplasi batin, dari masalah agama, filsafat, politik maupun macam-macam masalah kehidupan lainnya. Kandungan makna yang kompleks dan keindahan dalam karya asastra tergambar lewat media kebahasan atau aspek verbal (Boulton lewat Aminuddin, 2000:37). Dengan kata lain, karya sastra memiliki banyak kelebihan yang berbeda dengan kajian ilmu lainnya, antara lain: memberi pengetahuan tentang ‘humanity’ (kepercayaan, persepsi, filosofi, asumsi serta interaksi) tanpa batas, belajar untuk menghargai perbedaan pendapat orang lain yang belum tentu memiliki penafsiran yang sama dengan kita terhadap suatu karya sastra, mengajarkan bagaimana cara menghargai kultur sendiri dan orang lain (karena sastra adalah ‘universal’ dan mengandung kemajemukan kultur), mengingatkan sejarah (karena beragam karya sastra terinspirasi dan mengeksplorasi ‘historical story’), melatih daya analisis serta ketajaman intuisi (karena kebanyakan karya sastra memiliki makna tersembunyi dan memerlukan keahlian dan teknik jitu untuk mengungkapnya), menjadi cermin terhadap diri sendiri (kesamaan alur cerita, nilai moral dengan diri kita) merupakan cara ampuh untuk mengaji diri dan tepa salira, meningkatkan kemampuan berbahasa (karena membaca karya sastra akan serta merta mengasah kemampuan kita mengenai teknik berkomunikasi dengan menggunakan bahasa), membentuk karakter positif (simpati, empati, dll) melalui nilai moral, pesan, serta makna yang terkandung di dalamnya.

Berdasarkan banyaknya manfaat sastra bagi kehidupan, alangkah meruginya bila peserta didik tidak dapat memperolehnya dengan baik. Padahal, kekuatan daya analisis serta humanisme mereka akan dapat menciptakan negara yang kokoh dan kuat. Adapun solusi yang ditawarkan untuk memperoleh ‘output’ yang maksimal melalui  sastra di sekolah dengan berbagai kendalanya,  adalah sebagai berkut:  (1) Aspek strategis: tim pengembang kurikulum sebaiknya mempertimbangkan hal penyempurnaan kurikulum bahasa yang menyertakan pengajaran sastra secara lebih ekslusif.  Hal ini dapat dilakukan melalui muatan kurikulum sastra yang lebih banyak; (2) Aspek teknis: pengajar harus berusaha memberikan asupan yang maksimal terhadap pembelajaran sastra, antara lain menciptakan materi,  metode, pendekatan serta frekuensi pengajaran sastra yang lebih efektif. Selain itu berupaya menciptakan kondisi dan iklim belajar sastra yang menarik,  menyenangkan dan berkualitas: dan (3) Aspek sarana dan prasarana: penyediaaan material serta fasilitas pembelajaran sastra yang memadai, seperti materi tulis, dengar, historis, dan bangunan fisik.

Dengan upaya dari berbagai pihak, diharapkan akan terwujud ‘the next generation’ yang berkualitas dan memiliki sensitivitas, daya analisis dan kritik yang kuat sehingga menciptakan suatu negara yang kuat pula. Bagaimanapun, ketiadaan pengajaran sastra yang memadai akan menghasilkan generasi yang kurang matang dan premature.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun