Indriati See - Peserta no. 8
Sinar Surya menembus jendela kamar tidurku, terasa hangat walau menyilaukan mataku yang lelah dan masih terbaring di kamar Rumah Sakit.
Kuraba lenganku perlahan, bahagia terasa ketika kuketahui bahwa jarum infus sudah mereka angkat. Hm … itu berarti kondisiku membaik dan mereka akan mengizinkanku segera pulang.
Ah … pulang ? Kata 'pulang' selalu membuatku sedih. Aku sudah tidak punya apa-apa lagi. Hidupku saat ini hanya bergantung pada kebaikan Mbok Minah.
Kulihat jam yang menempel di dinding, tepat di depan tempat tidurku. Waktu hampir menunjukkan pukul 12:00 siang. Sebentar lagi, pasti seorang Perawat akan datang membawa makan siangku.
Tiba-tiba kurasakan temperatur di kamarku bertambah hangat, hangat yang membuat hati dan raga terasa bebas dari semua beban yang kupikul selama ini. Semua rasa sakit yang kurasa hilang tak berbekas. Untuk yang pertama kali dalam hidupku, aku merasa sangat bahkan teramat sangat bahagia.
Kutatap Surya melalui jendela kaca, terlihat berputar tujuh kali. Aku terkejut dan berusaha mengucek-ucek mataku dan mencubit lenganku. „Tidak!, aku tidak bermimpi!“.
Pandanganku tak bisa terlepas akan apa yang terjadi pada Sang Surya, lalu kudengar bisikan. Aku sangat yakin bahwa suara itu keluar dari bibir seorang wanita yang berkepribadian sangat lembut.
„Bangunlah Nak!, kenakan sepatu dan pakaian lengkapmu, lalu ikutlah aku !“
Seperti seorang anak yang harus menurut perintah orang tua, aku melakukan semua yang diperintahkan oleh suara tersebut.
„Sekarang, pergilah menuju makam orang-tuamu dan tunggulah aku disana !“.