„Ternyata, api tersebut sengaja dibuat oleh manusia-manusia serakah“.
„Mereka akan mengubah rimba menjadi ladang kelapa sawit!“ cerita salah satu orang-utan yang mendengar percakapan para manusia serakah saat itu.
„Apa itu kelapa sawit ?“.
„Mengapa tiba-tiba begitu penting bagi manusia?“
Bahkan, pembakaran rimba tersebut berakibat fatal bagi manusia juga. Nafas mereka menjadi sesak, mata mereka terasa terbakar. Yang lebih memprihatinkan lagi bahwa banyak balita yang meninggal dunia.
„Malapetaka tersebut dibuat oleh mereka yang mata dan hatinya sudah tertutup. Mereka hanya memikirkan isi perut untuk saat ini saja bukan untuk 100 tahun ke depan“, ucap Ibu dengan suara geram.
*
Akhirnya, kami angsa-angsa liar memutuskan untuk meninggalkan sungai tersebut sebelum rimba dibumi hanguskan. Dari udara kami mendengar lolongan dan jeritan menyayat hati dari penghuni rimba yang tidak bisa terbang, yang hanya menunggu nasib mereka atas uluran tangan manusia yang masih berbaik hati.
Kami terbang berkilo-kilo meter jauhnya ke arah utara dimana mereka mempunyai empat musim, dimana pembakaran rimba dilarang keras oleh pemerintahnya.
Sesekali kami singgah di danau yang berada di kebun binatang salah satu kota sambil memberi salam kepada penghuni rimba yang terselamatkan, yang tak ada pilihan lain untuk menerima kondisi hidup dalam sangkar. Mereka terlihat cukup bahagia walau ruang gerak mereka dibatasi.
*