Mohon tunggu...
Indria Salim
Indria Salim Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Freelance Writer, Praktisi PR di berbagai organisasi internasional (1990-2011) Twitter: @IndriaSalim IG: @myworkingphotos fb @indriasalim

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

[#LombaHumorPK] Petualangan Sepulang Sekolah

10 Februari 2016   23:19 Diperbarui: 13 Februari 2016   09:26 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Buah Asam Jawa | Foto: herbalplantss.blogspot.com"][/caption]*hm hm .. tenggorokan seret, gimana ngomongnya ya* Sebenernya punya beberapa kisah lucu di masa kecil. Masalahnya begitu ditulis kok terbacanya garing ya? Suwer pernah nyoba, tapi malah bikin pembaca garuk-garuk kepala .. kasih muka datar, terus nanya, "Lha lucunya di mana?!" Pedih nggak sih, 'Bo?

Ya sudahlah, jujur aku termakan "hasutan" Planet Kenthir juga nih. Kupejamkan mata dulu, menerawang jauh kembali ke masa sekian dekade yang silam … oh lucunya .. hahaha .. lucu, lucu .. hahaha .. aduh, aku nggak bisa nahan ketawa, aku nggak bisa ngetik nih, habisnya tanganku goyang-goyang akibat badan terguncang-guncang saraf lucunya kesambar masa lalu yang  hahaha .. lucu banget .. hahaha

[caption caption="Logo Planet Kenthir | Foto: Planet Kenthir"]

[/caption]
Psst, jangan berisik, ini lagi semedi dulu. Konsentrasi memilih pengalaman terkonyol, hm hm .. yang mana yang akan kutulis ya? Lumayan ini kalau sampai menang dapat pulsa ya? Mana kemarin ngisi pulsa, uang terdebet tapi pulsanya nggak masup ke HP, ngenes kan?

Oh ya, dapat deh satu cerita pas aku masih SD kelas 4. Sekolahku lumayan jauh dari rumah. Tapi aku jalan kaki pulang pergi, ya baik-baik saja. Rutenya melewati Pasar Kembang, yang berdekatan dengan Pasar Singosaren yang jualannya lengkap. Kalau kuingat-ingat, mungkin aku punya jiwa petualang model anak-anak Lima Sekawan yang di buku seri petualangan karangan Enyd Bliton. Aku bawaannya kepo, juga nggak takut blusukan model bapak Presiden sekarang ini.

Setiap pulang sekolah, kuingat-ingat ada saja pemandangan menarik di dekat pasar. Maklumlah, ini jalan besar utama kelas 1, yang dipinggir jalannya berjajar pohon asam Jawa yang batangnya super besar dan berdaun rindang. Setiap sekian ratus meter, ada kotak terbuat dari semen, fungsinya sebagai tempat membuang sampah. Di tempat sampah ini seringnya aku keasyikan memerhatikan orang gila sedang cekikikan sendiri, sambil menunjuk-nunjuk ke arahku dengan benda-benda dari kotak sampah, kadang kayu, atau sandal jebol yang dibuang pemiliknya.

Entah aku bocah aneh, atau "punya bakat pengamat", aku kadang meragukan kalau orang yang berambut gimbal, dan giginya hitam dan ompong itu. Aku merasa perlu mengamati dan memastikan kalau itu bukan pengemis kelaparan, tapi memang benar-benar orgil. Nah gara-gara itu, aku pernah dikejar orang mirip orgil. Waktu itu di sekolah habis pelajaran masak memasak, ceritanya memasak kolak pisang. Dari rumah ibu memberiku rantang untuk tempat hasil masakan di kelas. Tapi sialnya siang itu, si orang mirip orgil mengejarku sampai jauh, aku nyaris kehabisan napas. Tahu-tahu aku nyasar ke rute lain, dan tempatnya sangat sepi. Meneliti tas dan bawaanku, rantang berisi kolak pisang sudah kosong tak menyisakan setesespun kolak impian. Kuahnya yang panas berpindah, dari wadahnya menumpahi dan membasahi rok seragam sekolahku. Badanku lengket karena mandi kuah kolak pisang, padahal rumah masih jauh. Ya begitulah, sampai di rumah aku terbayang-bayang dengan kolak pisang yang tak tersisa karena kubawa berlari-lari.

[caption caption="Pohon Asam Jawa | Foto: goedangdjadoel.com"]

[/caption]Kadang-kadang kulihat ada sejumlah bapak-bapak memetik buah asem (asam Jawa). Kalau nggak tahu apa itu asam Jawa, pasti tahu dong, nama aliasnya adalah tamarind. Aku suka banget dengan buah-buahan yang asem. Di rumah disediakan pisang ambon yang pulen, wangi, dan harum tapi aku malah main ke rumah teman agar dikasih buah mangga mengkel asem yang kriuk-kriuk. Di meja makan Ibu menyediakan sepiring irisan semangka merah yang manis dan segar, aku malah minta dibelikan asinan kedondong yang kecut.

Nah, kembali ke TKP – di bawah pohon asem. Siang itu terik sekali, aku melipir di jajaran pohon asem yang bikin sensasinya luar biasa --- sejuk, berangin dan buah asemnya yang bergelantungan, bikin aku menelan ludah. Siang itu ada yang sedang memetik buahnya yang memang tampak sudah ranum. Aku berhenti, lalu membuka tas sekolahku yang berbahan mirip kain terpal. Apalagi kalau bukan buat menadah buah asem yang berjatuhan dari pohon hasil petikan tukang panjat itu.

Singkat cerita, aku mendapat buah asem lumayan banyak. Nah pas sudah hampir meninggalkan TKP, tukang petik itu memanggilku, “Dik, dik cilik, mau dikasih asem ya?”

Aku yang sempat ngibrit mau pulang, berbalik badan dan menengadah mencari sumber suara. Weladhalah kok ndilalah (Ind: ya amplop, kok ya ada saja kejadian), pas aku mendongak ke atas, nampaklah pemandangan tak terduga. Apa coba, ayo tebak? Biar sedikit penasaran, kupinjam kalimat andalan Cak Lontong dulu ya, “Mikir, mikir!”

Jawabannya adalah … silakan lihat di pojok bawah halaman ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun