Penjelasan Judul
Belanga adalah kuali besar, yang biasanya dibuat dari tanah liat. Entahlah, sampai kini saya belum pernah mendengan orang menyebut belanga plastik. Belanga berfungsi sebagai wadah besar, untuk menampung semua bahan yang harus dimasak, atau disayur. Dalam bahasa Indonesia, kita bisa menjumpai beberapa peribahasa yang menggunakan kata "belanga". Misalnya, "Gara-gara Nila Setitik, Rusak Susu Sebelanga" (Karena kejahatan atau kesalahan yang kecil, hilang segala kebaikan yang telah diperbuat); "Asam di Gunung, Garam di Laut, Bertemu dalam Belanga Juga" (laki-laki dan perempuan kalau jodoh akhirnya bertemu juga); dan "Memancing di Belanga" (mencari keuntungan dl lingkungan keluarga (kawan sendiri).
Rasa adalahtanggapan indra terhadap rangsangan saraf, terhadap indera pengecap, terhadap indera perasa, dan sebagainya. Misalnya manis, pahit, masam, panas, dingin, nyeri. Rasa juga merupakan tanggapan hati atas rangsangan indra, terkait dengan pendapat atau pertimbangan mengenai baik atau buruk, salah atau benar.
Karsa artinyadaya atau kekuatan jiwa yang mendorong makhluk hidup untuk berkehendak; kehendak, atau niat.
Asa artinya harap(an) atau semangat.
Bagi penulis artikel ini (baca: saya), Kompasiana memberikan beragam dimensi kebutuhan warganya, mengundang minat jutaan pembacanya, mengusik rasa ingin tahu para pembelajar, menjadi sarana mengasah keterampilan berinteraksi antar pembaca dan penulis karya, selain juga membuka kesempatan menakar kualitas menulis, menyatakan pendapat tanpa harus merasa terikat, dan meluaskan wawasan, menambah pengetahuan dan ilmu, melebarkan jejaring pergaulan, dan mendapatkan sahabat baru. Dari satu paragraf ini saja, kita tahu masih banyak yang mungkin bisa diuraikan panjang lebar mengenai apa dan bagaimananya.
Kompasiana menampung berbagai jenis tulisan lintas genre, fiksi atau non-fiksi, faksi atau fantasi, dari tips menggoreng ikan sampai cara menggoreng lawan (di ranah apa saja), dari persahabatan, persaingan, sampai persekongkolan, ada yang menginspirasi --- ada pula yang membully (konon) --- dan pada akhirnya, semua pilihan dan tujuan akan terpulang pada tanggung jawab dan minat masing-masing pribadi penulis dan pembaca Kompasiana.
Penulis, baik artikel ataupun komentar di Kompasiana, mau tidak mau harus membuat akun Kompasiana. Dari sini, muncullah sebutan Kompasianer. Ada Kompasianer terverifikasi, ada yang masih menunggu persetujuan proses verifikasi, dan banyak pula yang memilih sebagai Kompasianer tanpa verifikasi. Ketiga kategori Kompasianer ini lebih jelas dibedakan dari hak-nya untuk mengikuti acara pertemuan berbatas kuota, lomba, dan kesempatan berhadiah yang dikelola oleh Kompasiana.
Kompasiana sejauh ini telah memberikan pengalaman berharga dan berguna bagi saya, yang mulai aktif berpartisipasi sejak dua tahun-an lalu. Saya sempat dibuat galau karena kecanduan membaca tulisan di Kompasiana. Saya galau, karena niat saya mendaftarkan diri di sini adalah meningkatkan keterampilan menulis, dan waktu saya tersita dengan tulisan-tulisan menarik, yang membuat saya kehabisan waktu untuk membuat tulisan saya sendiri. Mengakui hal ini bukan dosa besar kan?
Mengikuti peristiwa terkini, untuk sejenak saya memanjakan diri menikmati nuansa warna-warni opini seputar copras-capres 2014. Kompasianer yang sejatinya warga biasa, meski resminya ada yang punya kapasitas istimewa termasuk jabatan negara, menyiratkan asa nan mulia menuju Indonesia Raya makmur jaya, sentosa dan dihormati seluruh warga dunia.
Kompasiana, diadakan antara lain untuk Sharing and Connecting. Kita warga biasa, yang secara alami adalah makhluk sosial, bergabung di Kompasiana karena berminat dengan karsa keterhubungan ini.
Pada perkembangan prosesnya, kita mengalami pahit, manis, asem, asin dan getirnya rasa yang menjadi bagian tak terpisahkan dari dinamika berbagi dan berinteraksi sebagai penulis, pembaca dan peminat atau pengamat Kompasiana.