Membaca berita hari ini tentang bergabungnya Anies Baswedan sebagai pendukung untuk suksesnya Pemilihan Presiden-Wakil Presiden RI 2014 Â bagi pasangan Capres Jokowi-JK sungguh membuat hati saya mak nyes (Jw: merasa segar dan adem). Bagaimana tidak, pada hari yang sama saya juga membaca berita tentang ditetapkannya Ketum Partai PPP dan sekaligus Menteri Agama RI --- Suryadharma Ali, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait penyelenggaraan haji di Kementerian Agama tahun anggaran 2012-2013.
Hati saya lega sekali, karena melihat keberuntungan capres Jokowi yang diusung oleh koalisi tenda terbatas, yang lebih terbaca kesamaan visi, misi dan pandangan politiknya. Ini artinya bahwa bergabungnya partai pengusung Suryadharma Ali ke tenda besar, menambah jumlah angka perolehan hasil pileg sebagai modal mengusung pasangan Capres yang bersangkutan. Namun perlu diingat bahwa kita bisa melihat kalau dukungan banyak partai ke kubu Capres Prabowo ini sarat dengan proses transaksional, hal mana terungkap dari beberapa fakta negosiasi dan penurunan tingkat tuntutan dari masing-masing partai peserta koalisi tenda gemuk. Sebaliknya, nah ini yang melegakan saya --- pihak Capres blusukan tampak berkurang beban mentalnya dalam menghadapi risiko bergabungnya tokoh atau partai pengusung berpotensi menyimpan punya masalah, atau berhutang kepada rakyat.
Saya segan dan sayang dengan Capres tenda jumbo, Prabowo Subiyanto, karena kewibawaan dan keberhasilan beliau dalam menghimpun dukungan mitra koalisi terbanyak. Apalagi kalau mengingat popularitas dan jam terbangnya dalam pergaulan diplomasi internasional. Ini jelas faktual. Yang membuat saya kurang sreg itu para teman koalisinya, yang dalam berbagai kesempatan berbeda sudah menyuarakan bahwa mereka sempat berharap untuk menduduki kursi nomor satu di negara Republik Indonesia. Ini satu catatan saya. Catatan lainnya yaitu bahwa beberapa partai yang bergabung di tenda besar mempunyai keistimewaan masing-masing, misalnya dalam kasus-kasus pemenjaraan tokoh-tokohnya terkait tindak pidana korupsi (juga), pernyataan-pernyataan yang menyudutkan pihak minoritas bernuansa SARA, berita-berita yang "ringan dan yang lucu" tentang kebijakan tokoh-tokoh dari partai terkait, yang kebetulan memimpin lembaga negara atau kementerian, dan sebagainya. Sebagai contoh sederhana saja, seperti yang saya tulis dalam artikel sebelumnya di sini.
Ada pepatah mengatakan, "Birds of a feather flock together" yang arti bebasnya "Dengan siapa kita berteman, itu merupakan bisa jadi cerminan diri kita sendiri" - d.k.l. "Lingkungan dan kawan-kawan seseorang  adalah cerminan diri orang yang bersangkutan."
Peribahasa ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan, " ... Baik Pak Jokowi dan Pak JK masing-masing menghubungi saya untuk kepentingan tersebut. Saya mengiyakan undangan tersebut sebagai sebuah ikhtiar turun tangan ikut mendorong orang baik mengelola pemerintahan," (Detik.com - 22/5).
Saya tidak ingin pasang kacamata kuda untuk para pasangan Capres yang sedang berlomba mendapatkan pendukung dan suara terbanyak dari calon pemilihnya. Saya memang sudah menentukan sikap politik tertentu, namun hal ini tidak membuat saya menutup mata untuk kejadian-kejadian yang terkait dengan Capres dan partai-partai pendukung koalisi masing-masing.
Kelak, siapapun Capres yang terpilih, akan memerlukan kawalan ketat dari rakyat --- baik mereka yang memilih, tidak mendukung, atau pun yang merasa tidak punya sangkut paut dengan peristiwa besar pemilihan presiden RI. Dari sekarang pun, rakyat seyogyanya, dan semampunya menjadi kritis. Sikap kritis bukan berarti selalu melihat orang lain dari sisi buruknya, namun bagi saya maknanya adalah membuka diri atas fakta-fakta yang terpapar di depan mata, menyediakan ruang untuk kemungkinan temuan-temuan yang mungkin di luar dugaan dan kontroversial, dan mengakui bahwa tokoh atau pemimpin itu pada hakikatnya manusia biasa yang bisa berbuat kilaf, atau melakukan kesalahan.
Untuk kali ini, saya setuju dengan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra --- Prabowo Subiyanto, yang menyatakan bahwa secara pribadi beliau memercayai penjelasan Suryadharma Ali yang intinya mengungkapkan keadaannya yang sebenarnya tidak bersalah. Saya mendukung pernyataan ini, karena menghormati azas praduga tak bersalah.
Berita-berita yang tersebut di atas itu, setara dengan "kampanye dengan sendirinya" yang menyejukkan hati saya. Entahlah bagaimana kesan Anda?
Selamat menyongsong Pilpres 2014.
@IndriaSalim
*) Referensi: Dari berbagai sumber