Huh! Tulisanku kok begini-begini saja. Kalau aku saja bosan membaca tulisan sendiri, gimana orang lain membaca tulisanku ya? Hmm, gimana aku bisa membuat tulisan yang cethar membahana, membuka mata pembaca, meninggalkan jejak mendalam di benak, menggores luka lama, dan sebaliknya mengobati kepedihan akut bagi siapa saja yang membaca tulisanku.
[caption caption="Menjaga kegilaan agar tetap waras |Foto: catherinewinther.com"][/caption]Aku pasti sedang berkhayal. Atau kegilaanku kumat (baca: kenthir). Obsesi menulis super bagus membuat suhu kepalaku naik jadi 50 derajat Celsius.Â
[caption caption="Planet Kenthir | Twitter Planet Kenthir"]
Apakah kini aku sedang berang? Atau mungkin geram? Mungkin lain kali aku sangat ingin mengerkah beling? Dan nanti siang aku bisa jadi sedang mabuk kepayang tanpa sebab? Mana mungkin?
Seorang pakar menulis, sebut saja Si Mentor, pernah mengatakan, dalam menulis, khususnya menulis fiksi, kepalamu harus dipenuhi sejuta pertanyaan, dari mengapa A -- sampai bagaimana kalau Z?
Ternyata menulis itu mudah, bila hanya untuk diri sendiri. Masa sih? Mentor lain mengatakan, menulislah seakan kau sedang berbicara dengan seseorang. Menulislah seakan kau sedang sangat-sangat kesal dan terpuruk sampai ingin ambles bumi.
Nah, dari situ kau fokuskan semua yang mungkin terjadi. Kau berurusan dengan siapa, dalam masalah apa, ingin melakukan apa, dan bagaimana cara menyelesaikan masalahmu. Lalu kau ingin akhir bahagia atau bagaimana? Siapa saja yang membuat kau merasa harus ingin menulis? Bisa jadi itu tokoh nyata dalam hidupmu, bisa juga itu tokoh rekaan yang silih berganti saling berebut untuk kau tulis kisahnya.
Hati-hati. Seram sekali kalau semua tokohmu sama kuat, sama-sama ngototnya untuk ditulis menjadi tokoh utama, dan semua menghantui pikiranmu. Plak plak plak, begitulah bunuh saya sebagian tokohmu, menangkan satu atau dua saja yang paling bisa kau hadapi dan jadikan sebagai kisah yang penuh greget.
Hanya itu?
Jelas tidak. Banyak lagi elemen menulis yang perlu diketahui, dan dicoba untuk menerapkannya dalam proses kreatifmu.
Ah, teori lagi, petuah lagi. Aku ingin ramuan ajaib, yang sekali teguk bisa menjadikanku penulis hebat.