Memutuskan mudik ketika mayoritas pada umumnya berpikir hal yang sama, ya mau tak mau orang harus mengambil risiko terjebak macet. Kemarin ada yang berkomentar, berapapun ruas jalan diperlebar, jumlah tol baru dibangun -- pun begitu peningkatan pengguna yang juga pemakai kendaraan baru, atau peminat perjalanan. Penulis bukan orang yang tabah dan secara fisik tahan banting. Jadi sebisa mungkin saya tidak mengambil risiko itu, terkecuali memang urgen.
Bila tak opsi lain, maka saya memilih menikmati kegilaan dan kehebohan pengalaman terjebak kemacetan panjang, menertawai 'kebodohan sendiri atau kekonyolan situasi', dan sementara mencoba hidup gaya hippies. Lha gimana, mau pipis saja sulit kita harus ngantri panjang di toilet terdekat atau rest area --jadinya seperti kata para ponakan yang masih SD, "Haaa asyik, gara-gara terjebak macet kita cuti gosok gigi dan boleh langsung makan pagi."
"Eits,what?!" saya pura-pura memelototi mereka.
- Satu hal lagi yang agak membuat Penulis prihatin, dari beberapa pemantauan di sana-sini, diberitakan kalau selama bulan Ramadhan ini volume sampah meningkat drastis. Dilansir dalam salah satu pemberitaan, peningkatan volume sampah di DKI. Di kawasan pemukiman juga begitu, meskipun tidak berlokasi di DKI.
- Banyaksekali secara random Penulis melihat sampah dan kantung plastik dibuang di mana-mana, gelas-gelas minuman bekas pakai dan botol air mineral kosong, bekas bungkus rokok, daun dan kertas pembungkus makanan, tikar yang sudah jebol– semua terserak dan besar kemungkinan dibuang oleh mantan pemilik dan pengguna dengan kesadaran dan kesengajaan.
Pelaku yang cuek ini -- baik yang di depan mata atau pun yang tinggal jejak, memberi kesan bahwa mereka belum punya kesadaran membuang sampah dengan tertib ditempatnya, atau bersikap peduli dan berdisiplin diri. Ini dilakukan oleh siapa saya -- tua-muda-remaja-anak; perempuan-laki-laki; atau kaya-miskin-menengah. Kalau kebetulan saya melihat langsung, biasanya dengan halus saya mengingatkan soal ini.
Karenanya saya ingin menampilkan kicauan itu di sini juga, sebagai dukungan saya terhadap perlunya kesadaran kita semua untuk tertib diri, yang dimulai dari soal membuang sampah. Masih banyak hal lainnya tentu, misalnya tertib antri, dan lain-lain. Sebenarnya banyak lagi catatan pengalaman yang tidak sengaja mengesan di benak selama bulan Ramadhan ini.
Bagaimanapun, semoga kita semua dan terutama yang mudik diberi keselamatan dan kesehatan, dari berangkat sampai balik kembali ke rumah selalu dalam perlindungan-Nya, dan para petugas diberi kesehatan dan tetap sabar menjalankan tugas masing-masing. Semoga semua terhindar dari kejahatan dan kecelakaan. Amin.
Kali ini, sekian dulu catatan Penulis. Bila ada hal yang kurang berkenan di hati, mohon maaf lahir batin. Untuk afdolnya, Penulis ingin mengucapkan “Selamat menyongsong kedatangan hari raya Idul Fitri 1437 H.”
Salam Kompasiana. | @IndriaSalim
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H