Sekawanan burung berkicau di atas atap rumahku.
Mereka juga bercerericit di tempat jemuran lantai atas.
Dari jarak 15 meter, pohon kenanga terguncang-guncang oleh sekawanan burung berbeda jenis, datang, pergi, hinggap, dan pindah ke atap rumah tetangga.
Hanya perlu satu detik, burung itu melesat dan hinggap di pohon besar di seberang rumah.
<iframe src="//www.youtube.com/embed/2TvmyDreh08" allowfullscreen="" width="506" height="285" frameborder="0"></iframe>
Soal kecepatan bergerak, aku teringat berbagai makhluk ciptaan-Nya yang juga menakjubkan -- contohnya cicak, kumbang, kupu-kupu, ikan, bahkan tikus dan kucing.
Sudah, itu saja yang bisa kusebutkan. Aku tidak berani menyebutkan spesies lainnya, hiii -- geli dan fobia.
Hari ini burung-burung liar itu semakin ramai memenuhi atmosfir sekitar rumah. Pengetahuanku tentang spesies unggas ini jelas nol besar.
Selama ini aku mengira bahwa burung ramai reriungan saat musim panas. Rupanya aku keliru.
Bulan Februari hujan dan angin besar setiap hari, setidaknya itu di kawasanku. Banjir pun ada di mana-mana beberapa hari sebelumnya.
Aku berdoa dan berharap, semua aman, hujan tanpa menyebabkan banjir, hujan tanpa diiringi angin ribut yang menumbangkan pohon-pohon tua, menerbangkan atap tua berbahan asbes atau fiber glass, bukan tanpa berondongan petir yang mengancam keselamatan para pengendara motor, atau sesiapa yang sedang di area terbuka.
Lantas, hiruk pikuknya di mana?
Ada banyak. Penghuni rumah di seberang jalan kemarin meminta maaf bila sampai tukang bangunan mengganggu ketenangan.
Pasalnya, tetanggaku ini terpaksa mendadak harus memperbaiki atapnya tang keropos dimakan rayap.
Tetangga di sebelahnya yang memberitahukan soal bagian atap yang jatuh karena keropos ini. Yah, hal tak terduga selalu ada saja.