Dear Diary,
Kautahu aku sedang berbenah. Terserah kaupaham atau tidak, aku hanya ingin mengurangi tumpukan sampah. Ternyata itu tidak mudah.
Seorang tetangga seenaknya mencaciku. Itu karena dia kuingatkan agar tidak membuang kotoran dua belas ekor kucing piaraannya dengan semena-mena.
Menurutnya aku gila mengatakan itu. Dunia kadang seakan berputar terbalik.
Kau pernah mendengar apa itu sampah digital? Hanya orang bijak yang mampu membedakan pengetahuan digital dengan sampahnya. Itu akupun masih belajar memahaminya.
Pagi ini kutemukan sebuah foto di antara tumpukan hasil karya digitalku. Ya, digital karena itu dibuat dengan memakai kamera digital. Logis bukan? Sebelum kupindahkan ke gudang, atau mungkin kubuang saja ke tong digital, mungkin ada baiknya kudaur ulang menjadi sekeping puisi.
Please, harapanku engkau memaklumi bakat kepemulungan yang melekat dalam hobi sejak dulu. Please, tolong hargai ideku.
Inilah puisiku.
Belum lama berselang
Nyaris terlupakan
Pedagang musiman
Jualan berombongan
Selalu setia kawan
Satu laku, lainnya senang
Dua laku, lainnya menyusul kemudian
Mereka dari satu kampung halaman
Berbagi satu harapan
Anak dan istri bisa kecukupan
Atasi lapar dengan makanan
Pedagang musiman
Susah senang beriringan
Menapaki kehidupan
*
Masa pandemi belum usai
Entah sampai kapan
Siapa yang tahu akan rumitnya kepastian
Bila yang pasti adalah perubahan
Mungkin sebuah titik tiada arti
Akhiri saja ungkapan pengharapan
*
Indria Salim.22.01.2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H