Saya orang Jawa yang mengenal tembang Jawa "Lelo Ledhung" sejak masa kecil. Namun saya terkesan dengan "Lelo Ledhung" yang diaransemen oleh Henry Susanto Pranoto, dan dibawakan oleh Paduan Suara Mahasiswa UPH pada malam Gala Konser "Indonesia in Harmony" (31/X/2019).Â
"Lelo Ledhung" yang lembut untuk menenangkan bayi atau anak perempuan kecil yang menangis, dalam penghayatan paduan suara malam itu ibarat perempuan sederhana yang dirias dengan pas, sehingga keluarlah seluruh aura kecantikan jiwanya.Â
Lelo Ledhung di sini melantunkan pesan dan doa agar kelak, sang anak menjadi perempuan mulia, menjunjung keutamaan laku, dan sekaligus tangguh dan perkasa -- akhirnya  juga memuliakan orang tuanya.Â
Iringan kendang tunggal dan siulan mirip kicauan burung mengakhiri penampilan paduan suara anak-anak muda kota, generasi milenial atau gen Z dengan syahdu.
Klik videonya di bawah ini.
Konser ini digelar oleh Universitas Pelita Harapan (UPH) berkolaborasi dengan Maestro Pianis/ Komposer Ananda Sukarlan.
Sebelumnya, selama dua hari penuh Ananda memberikan coaching kepada para mahasiswa UPH, ceramah, dan seminar di Conservatory of Musics UPH. "Tujuannya adalah mengenalkan anak-anak muda kota pada lagu-lagu daerah Nusantara," tutur Ananda.
Selama ini Ananda Sukarlan memang serius mengenalkan seni dan budaya Nusantara kepada dunia melalui karya musiknya "Rapsodia Nusantara", yang sudah dimainkan oleh ratusan pianis dari berbagai negara.
Pada Konser "Indonesia in Harmony" itu, Ananda memainkan Rapsodia Nusantara no.1, Rapsodia Nusantara no.15, dan karya terbarunya Rapsodia Nusantara no.24.
"Keseragaman kita sebagai bangsa Indonesia justru keberagaman itu sendiri," kata Ananda sebelum memulai penampilannya.
Pada puncak acara konser, Ananda mempersembahkan karya terbarunya "Rapsodia Nusantara 24" untuk memperingati tokoh perdamaian Papua, Pater Neles Tebay, yang wafat pada April lalu. Karya tersebut menggubah melodi rakyat "Domidow" asal Dogiyai, Papua, tempat kelahiran Pater Neles Tebay.