Tenang dan sepi, apa bedanya? Hangat nikmat atau benderang menyilaukan, itu cara pandang. Matahari tak pernah beredar dari Utara ke Barat, atau dari Barat ke Selatan. Matahari setia, manusia tidak. Matahari sumber energi, makhluk bumi memiliki cara unik menyambutnya.
Pada siang benderang, seorang perempuan mengeluhkan matahari. Sementara seorang lelaki penjual cendol, mengucap syukur atas kemudahan hari itu. Seorang petani di ujung desa, mengabaikan senyum Sang Surya karena dia merindukan hujan.
Manusia sumber segala kemungkinan, pun kebingungan pada kemungkinan-kemungkinan. Kemungkinan yang absolut dipaksakannya menjadi kepastian sesaat. Kepasrahan rancukan kemalasan, sementara dalih berdalil mengaburkan penyangkalan diri tanpa batas meski dalam keterbatasan hakiki.
Manusia mempermainkan kehidupan yang bukan miliknya. Merangkai segala istilah demi menuhankan keakuannya, meyakini diri menggeggam Tuhan. Matahari tidak berubah. | Indria Salim |
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H