Penyair menggoreskan pena dengan ajaib. Sebuah kata yang terlontar ringan, mengguncang dahsyat melebihi berita kiamat. Penyair mengolah rasa, kata mereka.Â
Penyair menuntun jiwa papa pada cahaya terang. Penyair melakukan banyak pemberontakan, kadang untuk melawan dirinya sendiri. Kelahiran karya yang membawa pecinta meretas surga lapis ketujuh, terbang tinggi dan merasuk sampai ke tulang sungsum.
Aku memperlihatkan sajakku pada seorang penyair. Ada gelak dan sergah membuka mataku. "Bila kaumaksudkan ini karya seni, puisimu sungguh telanjang," gumam penyair itu menambah gemetar tanganku. Aku tertunduk, menggugu khidmat. Kujelajahi negeri penyair, di mana pertapa menyihir gerutu dan desis menjadi busur panah beracun.Â
Di sana, rindu seorang kekasih seindah kerlip bintang di langit kelam. Sementara itu, masa depan tergenggam dalam seikat bait gubahan. Aku lesap, lebur dalam puisi. | Indria Salim |
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI