Mohon tunggu...
Indria Salim
Indria Salim Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Freelance Writer, Praktisi PR di berbagai organisasi internasional (1990-2011) Twitter: @IndriaSalim IG: @myworkingphotos fb @indriasalim

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hujan Turun di Bulan September

1 September 2018   07:24 Diperbarui: 1 September 2018   08:30 1023
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Pukul enam lewat tiga puluh menit, angin menyusup melalui tralis dan kisi jendela kamarku. Tirai tipis melenggok genit, menyapa malas dengan senyuman sedikit panas. Syur! Cuma sekilas. Burung mencericit serasa terjengit. Mereka ada di pucuk pohon bunga kenanga. Mereka saling menyapa, burung malam terbang, burung pagi hinggap. Semesta menjalankan peran alaminya. Ada kedatangan, pun kepergian. Hujan mulai menitik, mendesakkan pagi bergegas. Angin enggan beranjak, syur. Dedaunan menggeleng dan menelengkan wajah. "Sudah ramai!" desah mereka.

Akhirnya, kurayakan rintik hujan mewarnai pagi pertama bulan September. Bagiku, ini sungguh sentuhan nan manis dari-Nya. Roda kehidupan terus berputar, tanpa jeda. Luar biasa itu bila aku bisa menghayatinya, selalu. Waktu tidak berkompromi. Waktu jua memberi janji. Tinggal bagaimana menyiasati derap langkah terpimpin. Pusatkan pandang mata pada ketetapan hati. Masa berganti selalu, meski berulang musim. Pohon kenanga menjelma patung kayu. Hijau daun dan rona bunganya sirna oleh kemarau bulan Juli. Namun tunas baru menyembul malu-malu. Harapkan izin-Nya 'tuk bertumbuh melaju.

Sayup hujan mereda. Bukan berarti sayonara. Fenomena kasat mata membaur sempurna. Datang, tinggal bersamamu, dan pergi tanpa atau dengan jejak masa. Oh, langit masih ungkapkan diri, "Ini bulan baru. Sambutlah!" Hujan menghambur kembali, lagi, dan lagi. Kehadirannya belum purna, rupanya. Dedaunan mulai menerima suasana. Tidak ada tarian mereka lagi, namun tunduk menyerap energi dari hujan pagi bulan September. Aku pun. | Indria Salim | 01.ix.2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun