Mohon tunggu...
Indria Salim
Indria Salim Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Freelance Writer, Praktisi PR di berbagai organisasi internasional (1990-2011) Twitter: @IndriaSalim IG: @myworkingphotos fb @indriasalim

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Monolog (tentang Membaca dan Menulis)

8 Juni 2018   10:00 Diperbarui: 22 Juni 2018   16:46 879
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi yang membuat buku kumcer


Kautahu dunia menulis tidak ada habisnya untuk ditulis. Menulis bisa menjadi impian sebagian orang, dan pekerjaan serius sebagian yang lain. Menulis, bisa sangat mudah bagi sementara orang, dan sekaligus semacam mission impossible buat orang lainnya.

Menulis bagiku sama misteriusnya dengan membaca. Ini persoalan rasa, hati, pikiran, intelektualitas, emosi jiwa, ambisi, impian, kekecewaan, kebanggaan, eksistensi, pengungkapan diri, dedikasi, integritas, motivasi, niat, kekuatan mental, ketakutan menghadapi ancaman samar ataupun nyata, bayangan diri, refleksi, kebahagiaan untuk dibagi dan berbagi, wawasan, kedalaman, perspektif, perkembangan, dinamika -- semua tumplek bleg dalam sebuah dunia bernama menulis, atau membaca.

Ada tulisan sederhana yang ternyata menggugah banyak jiwa pembacanya. Di lain pihak, ada judul berita yang heboh, isinya kosong melompong. Itulah tulisan.

Membaca buku kumpulan cerita pendek pun bisa membawa alam pikiran pembaca ke dunia lain, dunia di luar batas teritori geografis. Membaca buku yang ditulis oleh kawan, memberikan inspirasi tersendiri. Membaca buku tidak berbobot, menantang diri agar bisa menulis lebih baik daripada bacaan yang kita anggap kurang bermutu. Mampukah? Belum tentu! Maka mengapresiasi bacaan itu sungguh suatu bentuk pembelajaran, ke luar maupun ke dalam. Itu menurutku.

Dalam hal ini, masalahnya adalah ibarat orang menonton sepak bola. Komentator berbicara setinggi langit, mencerca atau memuji, bertepuk tangan untuk memberikan applause, atau meneriakkan yel-yel yang merendahkan pemain. Pun begitu dalam hal membaca dan menjadi pembaca sebuah tulisan. Hidup memang sederhana sekaligus rumit, paradoks lah jadinya.

Tanpa berpanjang kata, baiklah -- kucatat kesanku membaca sebuah buku kumpulan cerpen, tentang pemikiran dan pengalaman penulisnya yang terjadi di masa silam. Ragam kehidupan keseharian, petualangan profesi dan kenangan yang melekat di benak, dalam perenungan sesekali -- itu menurutku yang membuat buku "Jeruk Kristal" menjadi sajian apik penikmat cerpen non-fiksi.

Ilustrasi yang membuat buku kumcer
Ilustrasi yang membuat buku kumcer
Kumpulan cerita pendek dan novelet karya Maria Antonia Rahartati Bambang Haryo ini membawa pembaca jauh ke masa lalu, suasana kota Jakarta, Yogya, dan keindahan tempat-tempat di Eropa, khususnya Prancis dan Belgia. Meskipun Pengarang menyajikan kenangan dan nuansa masa lalu, kisahnya sama sekali tidak terkesan jadul.

Judulnya sudah mengundang kepo. Ternyata "Jeruk Kristal"nya ada di urutan ke-4 dari 11 judul cerita dalam antologi ini. Setiap judul baru, ditandai dengan dua halaman penuh ilustrasi hitam putih, yang menambah keindahan penampilan buku kumpulan 10 cerpen dan 1 novelet ini. Ada beberapa ilustrasi yang berkesan buatku, dan salah satunya persis menjadi ilustrasi judul di urutan pertama, "Juffrow Lala".

Dari 11 cerita dalam buku ini, aku baru membaca 8 judul sesuai urutan daftar isinya. Ini kisah-kisah yang kejadiannya berlatar belakang di beberapa Negara termasuk Indonesia, dalam periode sekitar dua sampai tiga dekade lalu.

Buku dengan kemasan cantik ini berisi makanan jiwa yang sarat gizi. Kisah-kisahnya unik, gaya bahasanya mengalir, dengan ungkapan-ungkapan yang belum pernah kubaca di buku lain. Kisahnya memikat, pembaca sepertiku terus dibikin kepo dan memang, ending setiap ceritanya penuh kejutan.

Aku sangat menikmati setiap kata, ungkapan, kalimat, dan makna yang tersaji -- otentik, klasik dalam arti indah, jernih, kocak, cerdas, kadang filosofis, dan inspiratif. Semua penulisannya tampak wajar, sekaligus tak terduga dan jauh dari klise.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun