"Each day is a gift, not a given right" -- Saya setuju. Saya ungkapkan hal ini dalam puisi kecil berjudul  Hidupku Adalah Hadiah-Nya
Holly Butcher menulis surat yang ditujukan kepada kita semua ketika dia sedang kritis menghadapi kanker. Keluaganya membagikan surat ini sesaat setelah perempuan berusia 27 tahun ini meninggal pada tanggal 4 Januari 2018.
Surat yang ditulis Holly saat menjelang ajalnya ini, berbicara tentang kerapuhan hidup dan untuk itu, Holy berpesan agar manusia berhenti mengkhawatirkan hal-hal yang 'membuat stress yang sia-sia".
Keluarga Holly mengunggah pesan itu di facebook setelah Holly kalah dalam perjuangan melawan Ewing's sarcoma, kanker langka yang menyerang tulang dan jaringan lunak.
Dalam pesannya, Holly mengingatkan agar orang-orang menyediakan waktu bersama keluarga dan teman-teman. Juga, sebaiknya kita lebih menghargai pengalaman hidup bersama orang tercinta alih-alih keinginan tak terpuaskan untuk memenuhi diri dengan membeli barang-barang baru.
"Be grateful for your minor issue and get over it. It's okay to acknowledge that something is annoying but try not to carry on about it and negatively effect other people's days."
 Pada intinya, Holly mengatakan agar kita tidak menghabiskan waktu mengeluhkan hal sepele, seperti misalnya kemacetan lalu lintas, perut yang bergelambir, dan semacamnya. Perempuan yang sempat mewakili negaranya dalam pertandingan olah raga squash ini mengatakan bahwa ia mencoba menerapkan pola hidup sehat, namun sayangnya justru itu menjadi dambaan besar yang tidak terwujud (karena penyakitnya itu).
Seperti kita amati bersama, manusia zaman now cenderung berlomba memenuhi kebutuhan material, mengembangkan sikap khawatir berlebihan pada hal remeh temeh, hal yang tidak hakiki, dan sebaliknya lupa bersyukur pada kehidupan yang dijalaninya dalam keadaan sehat, atau 'keberuntungan' yang mungkin banyak orang lain yang mengimpikannya.
Ibaratnya orang sudah punya kehidupan yang secara sekilas ukuran manusia 'sempurna' -- dewasa, berpendidikan, berkeluarga, punya anak-anak cerdas dan sempurna, berkecukupan secara material, eh malah mencari masalah dengan 'mencari kesenangan' di luar keluarga, mengirikan mobil baru tetangga, menggerecoki rekan yang tampak lebih beruntung, ya semacam itu.
Itu sebabnya kadang saya miris sendiri, ketika kebetulan makan di restoran dengan hidangan lezat. Restorannya ramai sekali, namun tidak ada wajah sumringah dari pramusajinya yang tampak kelelahan melayani pelanggan. Saya berpikir, apakah mereka sudah makan di jam-jam saat melayani tamu padahal itu lewat jam makan, misalnya. Itu karena saat saya berada di halte bus di dalam kompleks pusat perbelanjaan di mana restoran itu berada, saya melihat sebagian karyawan toko sedang beristirahat sejenak dengan masing-masing urusan, ada yang makan seadanya, merokok, namun sekilas saya menduga bahwa apa yang mereka 'nikmati' itu jauh dari standar pemenuhan kehidupan berpola sehat. Tidak semua begitu, namun rasanya pesan tentang bersyukur yang ditinggalkan oleh Holly menjelang ajalnya itu relevan buat kita semua.