Karena lembaga bahasa tempat saya bekerja itu punya sekitar 21 cabang se-Indonesia, maka yang diundang juga memenuhi stadion. Beneran ini, bukan membesar-besarkan jumlah tamu undangan. Toh saya bukan alumni yang di Monas itu hehe.
Tentu, saya mempersiapkan teksnya, diperiksa oleh Direktur, lalu melakukan gladi resik dengan bimbingan penutur asli dari Australia. Tanpa harus berbangga diri, tugas sukses tanpa keluhan dari pihak manapun.
Saya lalu direkomendasikan untuk pindah ke Jakarta, menjadi Sekretaris Direksi yang terdiri dari Dirut dan 4 Direktur. Banyak sekali tugas saya. Stress tapi ada rasa tertantang dan haus akan keterampilan baru. Tata perkantoran, manajemen personalia, manajemen program akademis, dan masih juga ditawari merangkap sebagai staff pengajar penuh.
Lumayan keren perannya, namun sederhana gajinya hahahaha. Miskin tapi bahagia. Begitulah. Lalu ada lowongan di kantor "Regional" yang saya baca di Kompas Minggu. Saya melamar, tapi saat mengirimkan saya tahunya hanya alamat PO Box.Â
Ternyata saya dipanggil dan itu adalah kantor ASEAN. Saya menjalani 3 tahapan tes. Tertulis (mengarang bahasa Inggris), lalu psikotest, kemudian terakhir (dengan pelamar yang tinggal hitungan 10 jari, saya ikut tes Panel Interview). Interviu oleh 4 orang Direktur.
Saya menjalani tes tanpa beban, karena saya sendiri tidak begitu mengeksplorasi perihal kantor itu. Saya mendengar kompetitor saya pada ngobrol dengan gaya metropolitan, sambil menenteng buku-buku super tebal. Mereka kasak-kusuk bahwa harusnya yang melamar adalah lulusan sekolahnya Inke Maris, atau lulusan Sarjana Komunikasi atau Hubungan Internasional, karena posisi hanya satu dan itu adalah posisi Public Relation Assistant.Â
Saya sendiri seperti pelamar yang mengadu untung tanpa ekspektasi khusus. Saya memang punya ijazah S1 dari FISIP, namun jurusan saya adalah Kebijakan Publik (Adminsitrasi Negara) yang mungkin lebih cocok jadi abdi negara.
Saya lulus tes di ASEAN. Saya bengong. Saya sedih harus meninggalkan lembaga bahasa yang membuat saya meninggalkan kota kelahiran. Direksi pada kaget. Mereka mengurung saya di ruang tertutup, menanyai apa saya punya masalah dengan teman kerja atau ada ketidak puasan bekerja di sana. Saya mengatakan, saya merasa bahwa saya diterima dalam posisi yang menurut saya adalah posisi impian, sesuatu yang menantang dan punya reputasi.
Direksi paham, dan merelakan saya. Pemilik lembaga itu mengatakan, "Pintu kantor ini selalu terbuka buat saya bila suatu saat ingin kembali, atau merangkap bekerja di sana lagi." Keesokan harinya, kantor pusat tutup setengah hari karena semua Direksi dan Staff makan bareng sebagai acara perpisahan. Kami berkumpul di KFC Gelael di bilangan Jalan Gatot Subroto. Itu restoran yang keren, lagi-lagi di zamannya. *nyengir*
Saya agak minder dengan kantor yang baru. Sangat megah di zamannya. Itu lingkungan diplomat dengan tata cara berbahasa yang berbeda dengan komunikasi kantor non-diplomat. Semua bos mewakili negara anggota. Komunikasi resmi adalah bahasa Inggris. Minggu pertama, saya "diumpankan" para Direktur untuk menemui tamu dari Rusia. Saat itu hubungan negara-negara anggota ASEAN dengan Rusia belum seterbuka dan seerat seperti sekarang.