Mohon tunggu...
Indria Salim
Indria Salim Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Freelance Writer, Praktisi PR di berbagai organisasi internasional (1990-2011) Twitter: @IndriaSalim IG: @myworkingphotos fb @indriasalim

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sebuah Sudut Pandang: Hubungan Antar (sesama) Manusia

12 Maret 2017   10:30 Diperbarui: 12 Maret 2017   20:00 798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lucu itu bila kesehariannya tidak berminat mengenal tetangga padahal keluarga itu pendatang baru (sejak dua tahunan ini). Kecenderungannya merugikan, dan itu dirasakan oleh tetangga kanan kirinya. Tampak ada yang "dibanggakannya", entahlah -- padahal ...

Aku secara naluriah mengabaikan hal itu, dan tidak segan mendahului menyapa. Pertama responnya dingin, kedua nggak begitu dingin tapi sama sekali tidak ada penghargaan atas sapaanku. Ketiga kalinya mendadak nimbrung bicara ketika aku dan beberapa tetangga heboh soal peristiwa kebakaran di lain tempat.

Kemudian sejak itu ybs. mulai tersenyum menanggapi sapaanku. Ya! Sebatas merespon dengan senyuman tipis. Yang bersangkutan itu pasutri, dan yang pada akhirnya mulai komunikatif ini si isteri yang seringnya belagak sibuk ngobrol berbahasa Inggris dengan anaknya, atau sibuk dengan HP-nya setiap kali aku berpapasan. Tetangga lain sih, pada cuek terhadapnya, cenderung kesal.

Aku tidak terlalu memikirkannya. Sampai pada hari ini dia lewat. Spontan kusapa dan kutawari mangga yang baru kami petik hari ini. Tetangga lain sudah dapat bagian. Dia tersenyum dan bilang mau. Kumasuk mengambil buah yang di dalam rumah. Begitu aku nongol lagi di halaman, sapaan pertamanya bikin aku kaget karena dia "mempertanyakan" penataan pot-pot tanamanku yang kufungsikan sebagai pagar.

Usil juga ibu ini. Nggak pernah menyapa, sekalinya kuajak berkomunikasi kok kagak simpatik. Kubandingkan dengan beberapa tetangga lain yang biasa ngobrol denganku. Kami saling tukar info atau kisah lucu dan lain-lain, tapi tak satu pun di antara kami yang "mencampuri atau kepo" dengan urusan pribadi masing-masing.

Kesimpulan hari ini: Orang bisa ramah dengan pihak lain yang lokasinya berjauhan, sekaligus meremehkan dan tidak mengacuhkan pihak yang begitu dekat di lingkungan rumahnya.

Orang yang tampak terlalu gengsi menyapa, tidak peduli lingkungan, ternyata bisa lebih kepo dan usil daripada orang yang tampaknya ramai, heboh, dan "interaktif". Mungkin ini soal karakter yang terlalu "kuat" -- terlalu kuat ego dan kebanggaan dirinya ...
Kalau aku cerita begini, biasanya orang bilang, "Hmm seandainya itu aku, biarin aja kita nggak usah kenal dengan orang sombong begitu." :-)

Ya gitu deh, keramahtamahan kadang dianggap murahan atau bentuk pengakuan bahwa si ramah itu lebih "sepele" dibanding dirinya yang "hebat."
 Dalam hal begini (analogi dalam dunia politik, interaksi dunia maya, interaksi komunitas, dll), apakah kita seiman, sesuku, sepenciptaan atau tidak -- ujung-ujungnya kembali kepada individunya. Pergaulan juga bukan karena kita seiman, sesuku, seprofesi, dan "persamaan-persamaan" lainnya, kan?
Salam dan selamat menikmati akhir pekan! @IndriaSalim

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun