Mohon tunggu...
Indria Salim
Indria Salim Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Freelance Writer, Praktisi PR di berbagai organisasi internasional (1990-2011) Twitter: @IndriaSalim IG: @myworkingphotos fb @indriasalim

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Rahasia di Balik Senyuman (World Smile Day)

7 Oktober 2016   09:18 Diperbarui: 7 Oktober 2016   23:42 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bunga pun tersenyum. | Foto: Indria Salim

We shall never know all the good that a simple smile can do.Mother Teresa

Si kecil Sellyn (9 tahun) sedang membaca majalah Bobo – “Tahukah Kamu?” Topik edisi itu adalah tentang rahasia sebuah senyuman, begitulah yang saya ingat. Lalu Sellyn membacanya keras-keras, sehingga kami yang di ruang itu ikut mendengarkan dan akhirnya tersenyum dan geli menyimak reaksi Sellyn.

“Oh, jadi kalau senyum itu manfaatnya banyak, antara lain membuat kita bahagia, meredakan stress, mencegah bete berkepanjangan, membuat wajah tampak lebih cantik atau ganteng, dan mengundang sahabat. Ah, aku mau lebih sering tersenyum karena menurut Bobo, orang cemberut itu membuat wajah tegang dan itu bisa mengakibatkan sekian banyak saraf terputus, lalu megakibatkan banyak penyakit dan juga membuat orang lebih cepat tua!”

Celetukan Sellyn itu sungguh polos. Yang semula bikin kami tersenyum-senyum, akhirnya malah terbahak karena anak ini malah nyerocos sendiri -- menganalisis kolom kecil di majalah anak-anak favoritnya itu. Tulisan yang menarik dan positif, langsung berkesan pada si anak.

Senyum ataupun tawa sebenarnya bisa terjadi begitu saja. Saat kita melihat teman melakukan sesuatu yang konyol, atau mengatakan hal yang tidak kita duga dan ternyata menggelitik saraf ketawa maka spontan kita tertawa, atau tersenyum. Saat mengemudi, lalu kena tilang polisi – tanpa disadari mungkin kita malah senyum cengar-cengir karena tidak siap menghadapi situasi itu. Anak-anak lebih unyu-unyu lagi. Orang tuanya memarahinya karena dia menghamburkan bedak Mama ke mana-mana, lha, si anak malah tertawa karena menyangka mama-nya sedang mengajak bercanda.

Tersenyum atau tertawa merangsang kegiatan dalam otak kita. Betul itu! Ada keterkaitan erat antara tubuh dan otak kita, tepatnya menyangkut kerja otak bagian depan (frontal cortex). Maka otak memproduksi zat bernama endorphin yang mengurangi pengaruh hormon stress – maka membuat kita bahagia.

Sesering apakah kita tersenyum atau tertawa dalam keseharian kita? Apakah kita tersenyum dengan orang-orang yang kita jumpai, atau mereka yang ada di sekitar kita? Mungkin saat kita berpapasan dengan teman, tetangga, atau sekadar orang yang sama-sama di lift atau di halte bus dalam jangka waktu cukup lama? Jennipher Walters, CEO situs web FitBottomeGirls.com mengungkapkan bahwa wajah kita memiliki 44 otot yang bisa menunjukkan 5000 ekspresi wajah berbeda. Baiklah, yuk kita lihat apakah pengalaman saya ini cocok dengan pengalaman Anda.

Menurut saya,

  • Senyum atau tawa membuat mood terasa ringan dan menyenangkan (walaupun sebenarnya, atau pada mulanya saya tidak benar-benar sedang bahagia).
  • Senyum kita membuat orang lain tersenyum juga, dan itu juga membuat orang lain senang hati. Pernah mendengar ungkapan yang intinya adalah, “Tersenyumlah, maka senyuman itu menular pada orang lain. Anda tertawa, maka dunia akan ikut tertawa bersama kita.”
  • Tersenyum menampilkan diri kita menjadi lebih menarik, simpatik, atau cantik/ ganteng. Tentu, senyum tulus lebih bisa dirasakan baik oleh pelaku maupun yang “menerima”nya.
  • Tersenyum atau tertawa adalah obat mujarab mengurangi stress, bahkan bisa mengalihkan rasa stress menjadi rasa rileks. Tidak semua rasa stress itu negatif, namun dalam hal ini stress yang membuat tubuh kita terpengaruh, misalnya hal yang memicu tekanan darah tinggi/ atau sebaliknya tekanan darah rendah kumat, dan semacamnya bisa diringankan berkat keajaiban senyum. Ini bisa kita lakukan misalnya dengan menonton video lucu, mengobrol dengan anak-anak, banyak cara untuk itu.
  • Senyum dan tawa terbukti menular. Saya bahkan sering mengalami hal ini bersama dengan teman kerja, tetangga, atau anak-anak di rumah. Kadang hal sepele membuat kami terbahak, bahkan saking sudah “kena banget” saraf senyum itu, hanya saling pandang saja membuat kami nyaris tidak bisa menghentikan tawa. Melihat orang lain tertawa tanpa kita tahu penyebabnya saja bisa lho, menularkan tawa pada kita. Saya sering mengalami itu, tertawa menertawai orang tertawa, dan sebaliknya.
  • Saat mengikuti tes wawancara kerja, menampilkan wajah yang tenang (seperti tersenyum) tentu memberikan kesan bahwa kita adalah calon karyawan yang cukup percaya diri dan optimis. Namun hati-hati, wajah tersenyum itu sungguh berbeda dengan sikap cengengesan. Lalu apa hubungannya dengan pekerjaan yang kita lamar? Demi keberhasilan tes wawancara, ini bisa menjadi nilai tambah yang layak dicoba.  :-)
  • Senyum seseorang bisa membuatnya sungguh terkenal sedunia. Siapa, tuh? Saya punya dua nama -- Mantan Presiden RI Soeharto yang dijuluki The Smiling General, dan model lukisan Si Monalisa. Kalau yang satu ini tidak perlu dicemburui, yaitu Si Serigala. Biasanya orang agak gimana begitu kalau bertemu dengan "seringai serigala"  *eh, eh*  :-)

Kesimpulannya, tersenyum banyak manfaatnya baik untuk diri sendiri maupun berbagi dengan orang lain. Tapi ya, semua toh ada tempat dan waktunya juga. Jangan sampai kita tertawa karena orang lain mengalami celaka serius, nah itu baru namanya “senyum si Kunti” hi hi hi hi J

Oh ya, hari ini menurut internet adalah Hari Senyum Sedunia (World Smile Day 2016). Nah, biarkan hati kita tersenyum, bukan hanya wajah kita. Selain itu terlepas dari Hari Tersenyum Sedunia, ada yang lebih penting, hati bersyukur, jiwa tersenyum. Salam Kompasiana. | @IndriaSalim |

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun