Mohon tunggu...
Indria Salim
Indria Salim Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Freelance Writer, Praktisi PR di berbagai organisasi internasional (1990-2011) Twitter: @IndriaSalim IG: @myworkingphotos fb @indriasalim

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

[LOMBAPK] Restorasi Film Demi Penyelamatan Budaya dan Sejarah

11 September 2016   23:56 Diperbarui: 13 September 2016   11:52 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Yoki P Sofyan (SA-Films) dan Mieke Widjaya |Dokpri-prinscreen Indria Salim

Restorasi Film Tiga Dara

Salut kepada yang berhasil menuntaskan inisiatif restorasi film Tiga Dara karya Usmar Ismail (1957), yang saya dengar berbiaya cukup besar – sampai sekitar Rp 3 M ‘saja’. ‘Saja’, karena ada sebuah film Perancis yang memerlukan Rp 4M untuk restorasi. Yoki P Sofyan (SA-Films) dengan bercanda mengatakan bahwa itu karena dia lebih cerdas. “Saya mengirimkan orang Indonesia untuk membantu proses restorasi di Bologna Italia. Dan untuk mengubah ke digital, itu dikerjakan di Indonesia.” (Wawancara di televisi Berita Satu).

Dalam acara bincang di televisi, terungkap bahwa Yoki menargetkan setidaknya 3.000 orang menonton Tiga Dara untuk bisa mengembalikan biaya restorasi, sekaligus memungkinkan pembiayaan restorasi untuk film berikutnya. Yoki menyampaikan bahwa pihaknya sudah mendaftar 6 judul film yang salah satunya direncanakan menjadi film yang akan direstorasi berikutnya. 

Tantangannya

Orang pertama yang melakukan tahap restorasi film Tiga Dara di Bologna, Italia adalah Manajer Film Indonesia -- Lintang Gitomartoyo. Menurutnya, ia belum pernah memperbaiki film dalam bentuk fisik celluloid. Ini merupakan tantangan pertama. Untuk itu ada dua tahap perbaikan yang harus dilakukan, yaitu inspeksi dan reparasi. Ada kerusakan fisik, seperti goresan atau kerusakan kimia, misalnya vinegar syndrome.Vinegar syndrome—merupakan “penyakit” pada film yang sering ditemukan di negara dengan tingkat kelembapan tinggi, biasanya ini ada di negara tropis termasuk Indonesia.

Ada lagi, yaitu merestorasi audio film. Adalah Windra Benyamin, yang bertanggung jawab dalam hal ini, dan dia menemukan tantangan berbeda. Audio film Tiga Dara ternyata banyak yang rusak –misalnya, suara yang menjadi tidak jelas, bahkan hingga terputus-putus, atau pun terputus sama sekali.

Kerusakan audio film bisa berupa dialog dalam film menjadi tidak terdengar. Dalam hal ini kemungkinan opsi solusinya adalah mengisi teks atau suara dengan proses dubbing. Sayangnya itu tidak boleh dilakukan. Maka restorasi fisik dan audio dilakukan di L'Immagine Ritrovata, Bologna, Italia. Prosesnya sendiri memakan waktu 8 bulan.

Selesai dengan restorasi fisik dan audio, lalu Tiga Dara dibuat menjadi format digital. Bagusnya, proses ini bisa dilakukan di Indonesia. Proses konversi ini tidak mudah, banyak hak teknis yang perlu dibereskan sehingga menghasilkan format 4K dan dalam ukuran file yang sangat besar. Konversi menjadi bentuk digital ini dimaksudkan untuk mencegah goresan, coretan, dan hal lainnya yang perlu dihindari.

Saya ucapkan “Selamat” buat semua pihak yang terlibat dalam upaya restorasi Tiga Dara sehingga masyarakat bisa menontonnya sejak tanggal 11 Agustus 2016 di bioskop-bioskop seluruh Indonesia. Setelah menyaksikan Tiga Dara, saya sangat puas, terhibur, dan mendapat tambahan wawasan! Keseruan reaksi penonton selama pemutaran film membuktikan kalau film jadoel tidak selalu identik dengan film membosankan, tidak relevan, atau tidak asyik. Upaya restorasi Tiga Dara menyajikan yang terbaik kepada pemirsa film.

Bagi yang belum tahu, film Tiga Dara dibintangi aktris Chitra Dewi (sebagai Nunung – Si cucu sulung), Mieke Widjaya (memerankan Nana – cucu kedua), Indriati Iskak (sebagai Neni – Si bungsu), dan Fifi Young (Nenek). Sewaktu kecil, Ibu saya suka menceritakan tentang banyak film yang ditontonnya dan yang paling sering disebutnya adalah Tiga Dara.

Gambar tajam dan jernih hasil restorasi |Foto: SA-Films/youtube
Gambar tajam dan jernih hasil restorasi |Foto: SA-Films/youtube
Tiga Dara seperti film baru, gambar tajam dan bersih |SA-Films
Tiga Dara seperti film baru, gambar tajam dan bersih |SA-Films
Asyiknya menikmati Film Tiga Dara Hasil Restorasi

Penasaran dengan pemberitaan tentang film Tiga Dara hasil restorasi, maka saya memonitor jadwal pemutarannya dari iklan bioskop di Media Indonesia, dan juga di situs www.sinepleks21.net – sebenarnya saya menunggu kapan film itu main di bioskop terdekat. Soalnya dekat rumah ada dua gedung, dan keduanya tidak memperlihatkan jadwal tayangnya.

Ceritanya, saya sempat salah tonton film yang mirip Tiga Dara, yaitu Ini Kisah Tiga Dara. Ini karena saya terlalu ngebet dan sudah sangat lama menantikan penayangannya di bioskup dekat rumah. Okelah kalau begitu. Konyol dan mengkal tapi sedikit.

Pada tanggal 3 September saya jadi kutu loncat demi memburu Tiga Dara. Dari Mall Taman Anggrek, ke Central Park, lalu kabur ke Plaza Senayan, lokasi nonton yang semula saya hindari karena jauh dari rumah.

Nonton poeas di bioskop 8, Plasa Senayan |Dokpri
Nonton poeas di bioskop 8, Plasa Senayan |Dokpri
Untuk menonton jadwal pertama dan kedua sudah telat, maka saya terpaksa beli tiket untuk pukul 16.50 wib. Sementara menunggu, saya tinggal dulu ke food court untuk makan, dan begitu masuk lagi bioskopnya sudah berjubel dengan penonton yang pakaiannya serba modis – pra-remaja, remaja, dewasa, sampai Oma-Eyang Putri dan Opa- maupun Eyang Kakung. Teater 8 untuk Tiga Dara hampir penuh, deh.

Kebanyakan pengunjung datang berombongan, dan khususnya sekelompok keluarga terdiri dari minimal tiga generasi. Duduk di depan kursi saya adalah sepasang kekasih remaja, di sebelah menyebelah tampak serombongan remaja usia mahasiswa. Mereka anteng sekali, sepertinya sudah mengharapkan dan penasaran banget dengan Tiga Dara. Di belakang, di sebelah kanan dan kiri saya agak jauh – duduk berombongan atau banyak pasangan (sepertinya suami isteri) seusia Om atau Ibu saya.

Jalan Cerita

Tiga kakak beradik perempuan tinggal bersama Nenek dan Ayah mereka. Si Sulung (Nunung) baru saja dirayakan ulang tahunnya yang ke-29. Sang Nenek (diperankan oleh FiFi Young) merisaukan Nunung yang masih jomblo. Si Nenek menganggap ini karena Nunung tidak mudah bergaul, termasuk dengan lawan jenis. Si Nenek merasa tidak perlu khawatir dengan Nana (Si Tengah), dan Si bungsu – Nenny, karena mereka supel.

Ayah -- Sukandar (diperankan oleh Hassan Sanusi) agak kurang peduli soal ini, selain karena kesibukannya juga menganggap hal ini wajar – membebaskan kemauan anak-anaknya. Nenek meradang dan sedikit mengancam Sukandar bahwa ini permintaan terakhir Nenek sebelum ajalnya sampai. Maka Sukandar bersedia memenuhi permintaan Nenek untuk mencarikan jodoh bagi Nunung. Nunung yang pembawaannya tertutup, jutek, dan kikuk kurang disambut oleh teman-teman Nana dan Nenny (khususnya lelaki).

Sampai suatu ketika dia sedang berjalan mau naik becak, tiba-tiba ada skuter nyelonong dan tanpa sengaja menabraknya. Pengendara skuter (Toto) meminta maaf, dan menawarkan untuk mengantar Nunung pulang. Meskipun kakinya sakit kena tabrak, Nunung bersikeras menolak tawaran Toto. Singkat cerita, insiden itu berlanjut dengan kisah cinta yang mulai bersemi di antara kedua insan -- Toto dan Nunung.

Menariknya, Nana juga terpikat dengan Toto yang dianggapnya keren. Maka Nana berusaha mendekatinya. Toto menjadi dekat dengan Nana, dan anehnya Nunung cemburu – meskipun berusaha disembunyikannya demi egonya yang tinggi. Siapa suruh Nunung pura-pura tidak menyukai Toto, ya?

Nah ini saat menegangkan, Nana menyatakan kepada Nenek dan seluruh anggota keluarga kalau dia akan bertunangan dengan Toto. Di sinilah menurut saya bagian yang mengharukan dan merupakan awal klimaks cerita. Nunung kaget, Nenek berang, Neni protes tentang sikap Nenek terhadap Nana, dan Nana merasa tidak mendapat dukungan. Mereka bertengkar hebat. Nana salah memahami Nunung, Nana marah kepada Nenek, dan Nunung terpuruk sendirian.

Nana merasa diperlakukan tidak adil oleh Nenek, dan menuduh Nunung selama ini tidak tulus kepadanya. Nenek menekankan kalau Nana melangkahi Nunung dengan mendahului nikah, maka Nunung akan jadi perawan tua seumur hidupnya.

Suasana Saat Film Berlangsung

Awalnya agak tegang karena adegan diwarnai dengan omelan Nenek (Fifi Young). Lama-lama penonton dibawa masuk ke suasana tahun 50-an. Mulailah dari kursi penonton terdengar suara tawa kecil bersamaan, juga sesekali terbahak bersama. Begitulah suasana penonton yang terhibur dan tergelak mulai terasakan selayaknya kesatuan penonton yang makin kompak dan sehati.

Saya juga seperti kena komando cekakak- cekikik massal. Ada rasa haru saat Nana diputus oleh Mas Toto yang ganteng, yang sebenarnya menyukai Nunung yang tidak suka bergaul dan ke luar rumah. Si Bungsu Neni dengan sikap sok tahu-nya paling sering membuat penonton tergelak. Oh, nggak juga sih. Semua punya kontribusi yang menyentuh saraf ketawa pemirsa. Dari Sukandar, sampai Nenek pengomel. Ini tidak terkecuali Nunung yang menurut nenek suka jutek, ternyata ia lucu juga kalau marah, lucu juga kalau menyembunyikan perasaan cintanya kepada Toto.

Sambil mengikuti jalan cerita dan akting pemain, saya terharu dengan latar belakang tayangan Tiga Dara restorasi. Mulus (tidak ada pendar-pendar sinar bergetar layaknya nonton film-film jadoel, tampilan gambar tajam, bersih, jernih.

Film hitam-putih tetap asyik karena restorasi |SA-Films
Film hitam-putih tetap asyik karena restorasi |SA-Films
Film musikal bernuansa roman ini memanjakan penonton dengan sajian lagu-lagu yang dinamis, dari riang lalu melow, berubah romantis sentuhan jazzy, lalu berganti dengan suasana klasik Melayu, juga ada yang sedikit bernuansa irama padang pasir, ada satu lagu yang pernah diajarkan ke saya saat masih SD – sederhana namun indah dan manis! Semua terdengar jelas dan keren di telinga.

Saya melamunkan Ibunda yang pertama kali menceritakan kehebatan pemain dan keseruan Tiga Dara. Pantas saja Ibunda dulu sering bercerita pada saya, meskipun saat itu tidak ada tayangannya lagi.

Audio yang Seperti Film baru -- Sangat Asyik untuk Dinikmati

Berikut bukti bahwa restorasi audionya membuat saya serasa menikmati film baru! Kesepuluh lagu soundtrack Tiga Dara yang sangat berkesan bagi sayaTiga Dara (nuansa riang); Cita-cita; Letnan Hardy– jazzy; Tamasya – bernuansa irama padang pasir yang eksotis meski agak kelam; Joget Gembira – irama Melayu; Pilih Menantu – jazzy alat musik tiup mendominasi lagunya; Siapa Namanya – berirama jazz keren bak gubahan David Benoit

Mengapa Restorasi Film Perlu dan Penting?

Tiga Dara Restorasi |Foto: lanangindonesia.com
Tiga Dara Restorasi |Foto: lanangindonesia.com
Film telah mengabadikan sejarah karya sineas Indonesia sejak tahun 1955-an. Hal ini dimulai dengan lahirnya karya-karya Usmar Ismail yang sungguh luar biasa, apalagi mengingat Indonesia baru merdeka pada tahun 1945. Para sineas menangkap peristiwa dan mewujudkannya dalam karya seni,  meskipun hal itu tidak selalu berarti merefleksikan banyak hal penting yang menjadi bagian dari sejarah dan kebudayaan bangsa yang merdeka ini. Semua ini menjadi penghubung antara masa lampau dan diteruskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya.

Maka jelas bahwa memelihara film adalah menyimpan sejarah, sementara restorasi adalah bagian dari pelestarian budaya – yang artinya juga menyelamatkan budaya generasi sebelumnya agar bisa dimanfaatkan oleh generasi penerus. Sayangnya, kearsipan dan segala kebutuhan pendukung lainnya di Indonesia tampak sangat terbatas dan bisa dikatakan ketinggalan zaman. Padahal, film itu penanda zaman, dan bagian dari sejarah. Film Indonesia tak lepas dari peran itu.

Kearsipan Film sebagai rumah semua yang direstorasi

Pentingnya restorasi terkait erat dengan kebutuhan penyelamatan arsip film Indonesia. Sementara kearsipan sendiri memerlukan faktor pendukung eksistensi dan penguatan perannya: tenaga ahli dan pengelola yang memahami dan mencintai bidangnya, sarana dan perlengkapan yang memadai sesuai perkembangan teknologi, dana yang proporsional untuk pengelolaan berkualitas, gedung dan tempat sesuai standar untuk menyimpan koleksi arsip dengan baik, termasuk yang berformat digital, audio visual, antara lain film (dari yang terbaru sampai yang terjadoel).

Warisan perjalanan bangsa ini termasuk perkembangan dan sejarah perfilman Indonesia harusnya menjadi salah satu dasar pemikiran utama yang berjalan beriringan dengan dunia perfilman dari masa ke masa. Kita perlu menyadari, bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia belum sadar akan pentingnya sejarah, bahkan ada juga yang tidak menghiraukannya. Itu sebabnya film dan restorasi film lama yang masih bisa diselamatkan tidak diragukan lagi peran pentingnya sebagai bagian dari tonggak sejarah kehidupan bangsa ini – yang antara lain tercermin dari apa yang bisa kita telusuri dan tengok ulang dari film dari masa ke masa.

Dengan restorasi, film-film yang masih bisa diselamatkan akan tetap terselamatkan. Ini akan bermanfaat dalam cakupannya yang luas -- kearsipan yang bisa diakses untuk analisa pembelajaran bagi para sineas muda, untuk bisa disaksikan oleh publik dalam bioskop baik komersial ataupun non-komersial, memberi pengetahuan pada generasi muda secara multidimensi: senimatografi, sejarah kebangsaan, pengetahuan terkait kebudayaan, dan memberikan perspektif baru tentang bagaimana sejarah perfilman Indonesia bisa dikembangkan dengan lebih baik lagi.

Sebagai penutup, kita perlu menyadari bahwa merestorasi film itu artinya juga termasuk merawat dan melestarikan sejarah. Ini jelas tugas besar, dan hanya bisa dilakukan dengan baik dan efektif bila mendapat dukungan dari semua pihak – pemerintah, masyarakat perfilman, masyarakat umum, lembaga donor, dan para ahli di bidang terkait. Dengan begitu, maka tidak akan terjadi kehilangan bukti dan jejak sejarah yang sudah ditorehkan oleh para pendahulu kita. Semua pihak perlu memahami bahwa bioskop dan film adalah bagian integral warisan sosial budaya bangsa, yang karenanya wajib dipelihara, dan direstorasi selayaknya seni budaya bentuk lainnya.
Yuk kita dukung restorasi film Indonesia!|@IndriaSalim

Referensi: Dari berbagai sumber

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun