Mohon tunggu...
Indria Salim
Indria Salim Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Freelance Writer, Praktisi PR di berbagai organisasi internasional (1990-2011) Twitter: @IndriaSalim IG: @myworkingphotos fb @indriasalim

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Refleksi Diri

17 Juni 2016   09:26 Diperbarui: 17 Juni 2016   14:23 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Senyuman pagi bunga mekar | Foto: Indria Salim

Trenyuh itu bila dalam keheningan pagi, kudengar percakapan seorang laki-laki dan perempuan penyapu jalan -- keduanya berusia sekitar 45 tahunan.

A (perempuan): Puasa?
 B: Hari ini rada masuk angin, jadi bolong puasanya.
 A: Badanku pegal-pegal tapi masih bisa puasa. Mimpi buruk bikin tidur nggak nyenyak.
 A: Ya, kalau aku penginnya mimpi bagus dapat lotre undian dari bungkus kopi, misalnya mimpi mendapat hadiah rumah berdinding tembok yang bagus.
 A: Oalaaah Pak, orang kayak kita ini pengin mimpi bagus pun nggak bisa. Padahal cuma pengin mimpi lho. Gimana ngarepin yang benerannya ya haahaa
 B: *terbatuk-batuk sambil ngakak*

'Semoga bapak dan ibu petugas kebersihan jalan ini selalu diberi kesehatan, dan akan mendapatkan berkat lainnya dari Tuhan, ' doaku diam-diam.

Semoga aku bisa menyumbangkan yang kupunya di lingkungan sekitar, dan melakukannya dengan gembira. Kali ini, adalah saatnya partisipasi kegiatan pengumpulan uang warga untuk THR pekerja di kawasan perumahan (Satpam, Petugas kebersihan jalan, Petugas pengumpul sampah, dan lainnya).

Terima kasih para petugas kebersihan yang bekerja tanpa selalu mendapatkan pengakuan atau penghargaan dari para pejalan – yang peduli ataupun yang tidak. Perjumpaanku dengan petugas kebersihan ini mengingatkan diri agar aku belajar rendah hati.

Sikap rendah hati berarti memahami bahwa kebutuhan orang lain sama pentingnya dengan kepentingan kita sendiri, meskipun orang lain tidak selalu merasa begitu. Ketika belajar rendah hati, ku akan mampu menertawakan diri sendiri, bisa melihat kesalahan diri, dan sebaliknya menghargai keunggulan dan kebaikan orang lain. 

Kerendahan hati kan mengingatkanku pada keterbatasan pribadi, juga keterbatasan manusia secara lebih luas.

‘Ku akui bahwa ada banyak hal yang tidak kuketahui, atau alami. Hidup penuh kepastian, tanpa seizin-Nya itu mustahil. Aku hanya melihat, mendengar, mengetahui, dan memahami sebagian kecil saja dari semua peristiwa di dunia. Belajar untuk rendah hati akan membuka kesempatan pada pertumbuhan pribadi yang welas asih. Semoga.

Salam Kompasiana. | @IndriaSalim

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun