Dari sisi pemaknaan harafiah, memang seakan tidak ada kata yang vulgar. Namun di pihak lain hal ini mungkin menyiratkan penghinaan. Belum lagi komentar-komentar yang membinatangkan sesama Kompasianer. Penulis rasa ini bukan budaya Indonesia yang mencerminkan kehalusan akal budi dan intelektualitas sesungguhnya. Mohon maaf penulis terpaksa menyampaikan hal ini. Satire, jelas tidak sama dengan sarkasme dan penghinaan. Protes atau kritik sungguh berbeda dengan kebisingan tanpa dasar.
Kalau boleh mengajukan usulan kepada Admin dan pengelola Kompasiana, hendaknya komentar dan tulisan yang secara prinsip dan mendasar jauh dari kriteria kepantasan berkomunikasi di ruang publik itu bisa diminimalisir.
Menurut penulis, karya yang baik itu selain isinya bagus, penyajiannya menarik, namun sebisa mungkin juga bermanfaat. Inilah salah satu bentuk nyata niat baik Kompasianer mengamalkan kemampuan menulis, kesempatan mengekspresikan pendapat dan aktualisasi intelektualitas dan keterampilan menganalisis suatu persoalan atau fenomena kehidupan demi kebaikan anak cucu keturunan kita sendiri.
[caption caption="Pengguna Twitter yang ditangkap Bareskrim adalah seorang dosen. |Dok.: Indria Salim"]
Kalau kita simak kejadian yang menjerat dosen berakun twitter di atas, sungguh ironis. Dari kicauan dan foto yang diunggahnya, penulis melihat ada foto suasana ujian mahasiswa S3 (calon Doktor) dan dosen ini menyatakan diri sebagai dosen para mahasiswa tersebut. Memalukan.
Akhir kata, ada pepatah berbahasa "Jawa Kuno" yang bunyinya, “Walk the talk, and Walk the walk”. Arti bahasa Indonesianya kurang lebih, “Kita amalkan perkataan kita, dan kita lakukan apa yang sesuai dengan janji dan rencana kita.”
Dengan rendah hati, penulis mohon maaf bila ada yang tidak berkenan. Bagaimana pun, penulis ingin mengingatkan diri sendiri agar tak segan belajar dari para bijak.
Salam Kompasiana. | Indria Salim
Referensi:
www.detik.com