Siang yang cukup menyengat kulit. Seorang kurir mematikan mesin motornya, mengucapkan "permisi" dan menyerahkan surat buatku.
Dia bilang, "Kalau pas nggak ada yang di rumah, saya minta ijin Ibu untuk menyisipkan surat dari pintu ini ya? *dia menunjuk pada kasa pintu luar yang berlubang*
"Oh ya, itu lebih baik daripada di teras (ruang yang lebih terbuka dan mengarah ke jalan). Terima kasih, Mas," ucapku tulus.
Kurir berbadan jangkung dan tipis itu tersenyum dan membungkuk hormat, berpamitan dengan tergesa. Tidak semua kurir seperti dirinya, bersuara lirih, sedikit serak, dan dalam. Aku nggak sempat menawarinya segelas aqua dingin. Sebagai gantinya, kudoakan petugas itu agar hidupnya menjadi berkat, dan membawa pada kesejahteraan dan kecukupannya bersama keluarga, entah kapan.
Ya Tuhan, kurir ini mengingatkanku pada mereka yang punya banyak kelebihan dan fasilitas, namun mereka hambur-hamburkan demi egoisme pribadi/ kelompok, atau demi memuaskan kehausan mereka akan kekuasaan dunia yang semaksimal mungkin.
Semoga rakyat yang bekerja keras dan dengan tulus ikhlas akan mendapatkan "upah", yang lebih memadai dari Sang Maha Kuasa --- yang jauh lebih hebat dari segala penguasa dunia ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H