Mohon tunggu...
Indria Salim
Indria Salim Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Freelance Writer, Praktisi PR di berbagai organisasi internasional (1990-2011) Twitter: @IndriaSalim IG: @myworkingphotos fb @indriasalim

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Modus Penipuan Klasik Bin Ngetren

25 Oktober 2014   20:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:45 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Narasi kronologis, sesuai di lapangan hari ini.

Pukul 12.28 wib, liburan Tahun Baru Hijriah, 1 Muharam 1436 H.


Kriing kriing (smartphone saya berdering)
Suara penelpon dengan nomor -8138217-3835, "Assalamualaikum"
Aku, "Yaaa?"
Penelpon, "Met siang"
Aku, "Selamat siang"
Penelpon, *diam beberapa detik* "Lagi di mana nih?"
Aku, "Mau bicara dengan siapa?"
Penelpon, "Ya Awlah masa nggak inget dengan gue nih?"
Aku, mulai kunci mulut, dan melebarkan kuping ....
Penelpon, "Bener nih nggak inget gue siapa nih, inget-inget deh .. kok lupa sih?"
Aku, tetep kunci mulut dan menunggu reaksi penelpun .. beberapa detik kemudian
KLIK (telepon diputus).


Kesimpulan di benak, penelpon mencoba sebuah modus penipuan, atau keisengan dengan memanfaatkan paket Talk Mania, karena kebetulan atau tidak, nomor telepon saya juga berawal dengan 0813---- (nomor sesama pelanggan Simpati Telkomsel).
Logikanya, kalau dia berniat menghubungi seseorang, pasti dia nggak tahun untuk memanggil nama yang dituju bukan? Atau mengingatkan yang ditelepon dengan menyebut nama dia sendiri.


Pelajaran hari ini: Jangan terlalu ramah dan responsif dengan penelepon bernomor asing (tak dikenal).

Ternyata banyak teman saya yang mengalami hal serupa, salah satunya rekan Kompasianer Jun Pur. Ini kisahnya,


“Aku pernah ditelpon begitu... dia tunggu kita sebut satu nama... nanti siapapun nama yang disebut bakal diiyakan... nanti modusnya bisa dia di kantor polisi, terus minta ditebus dengan memberi sejumlah uang... (aku sempat ikuti alurnya dia aja, eh belakangan mungkin dia tahu aku pura-pura nurutin kemauannya, jadi dia marah-marah dengan kata-kata yang kasar), aku taroh aja telpeonnya (nggak ditutup)...”

Ini pengalaman sahabat saya Bu IB,


“Barusan dapat telepon dari +6285658508598. Gue biasanya males ngangkat telepon untuk nomor yang tidak dikenal. Tetapi kali ini gue angkat aja. Pas gue angkat, gue nggak mau bilang 'Halo', jadi diam saja. Suara di seberang sana seorang laki-laki, sesenggukan sambil bilang, 'Ma... Ma... Ma...'

Berhubung nama gue bukan Emma atau mamanya, ya gue diemin saja, dan beberapa detik kemudian pun sambungan telepon diputus.”

Pertanyaannya, apakah penipu itu pernah kena batunya? Mungkin hanya segelintir saja, yang terjebak oleh calon korban yang cerdik. Dugaan saya, hukuman yang dijatuhkan kepada  penipu seperti ini mungkin masih terlalu ringan, jadi tidak menimbulkan efek jera. Hal ini terbukti dari masih maraknya modus penipuan ini, yang sebenarnya sudah sering saya dengar sejak sekitar 10 tahunan yang lalu.

Belum lagi ada laporan bahwa  penipu modus telpon itu sudah dapat tangkapan, meski belum pernah diteliti serius seberapa signifikan menguntungkannya buat mereka. Ada dua teman dekat saya sendiri, kena modus tipu telpun ada yang nangis-nangis, lalu iparku sendiri, kena juga mirim dengan itu, sampai ibunya panas dingin & gemetaran. Ibu mertua yang sudah sepuh ini mengira ia menerima kabar buruk beneran, yang memberitahukan kalau anak mantunya sedang di RS, karena kecelakaan dan butuh pasokan darah segera. Maka sebagai penolong sang korban, ia meminta adik ipar saya segera mentransfer uang kepadanya saat itu. Untung adik saya yang dikabarkan kecelakaan itu (yang sebelumnya diminta mematikan teleponnya), menghubungi tetangga seberang rumah, dan minta tolong tetangga untuk memberi tahu kalau dia baik-baik saja.

Untuk kasus yang menimpa adik ipar saya itu, saya juga mendengarnya dari dua teman kantor saya. Mereka sampai cuti setengah hari, karena ingin memastikan kalau keluarga di rumah masing-masing baik-baik saja. Maklum, saat teman itu berusaha mengecek kebenaran berita dari penelpun asing, semua nomor keluarganya tidak ada yang diangkat.

Ini sungguh mengherankan, bagaimana penelpun bisa tahu rangkaian nomor telepun yang berhubungan dengan calon korban? Percaya atau tidak, saya terpaksa percaya karena kejadian itu dituturkan langsung oleh korbannya yang adalah keluarga adik saya yang mengalami itu. Pun demikian dari sahabat kantor saya yang satu departemen dengan saya.


Hal yang menjadi pembelajaran kita, selalu waspada dan jagalah diri untuk bersikap tenang dan tidak gampang kena provokasi. Saya kira, penipuan dengan modus ini menggunakan strategi membuat calon korban menjadi panik sehingga kehilangan kontrol diri, Dengan begitu, calon korban akan menurut saja apa yang diperintahkan oleh penjahat itu (katakanlah ini aksi kejahatan).

Saya sendiri bukan orang yang selalu bisa tenang, khususnya kalau mendapat telepon bernada “sok akrab”, atau “bernada lancang”. Namun, hal itu bisa kita latih, dan sikap ini berguna untuk hal lain terkait dengan perlindungan diri dari tindak kejahatan kriminal, baik dengan modus serupa atau variannya, dan modus lainnya. Banyak lagi sih modus kejahatan di Indonesia, termasuk di jalanan.

Silakan berbagi pengalaman dan trik menghadapinya, demi perlindungan diri kita sebisa mungkin.

Salam Kompasiana!
@Indria Salim

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun