Mohon tunggu...
Indriana Puspita Dewi
Indriana Puspita Dewi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga

Enjoy your life:)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Inovasi Inklusif: Penerapan Model Discovery Learning dalam Pembelajaran Matematika Inklusif untuk Meningkatkan Keaktifan Siswa Tunagrahita Ringan

29 Desember 2023   14:00 Diperbarui: 29 Desember 2023   14:05 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Model discovery learning merupakan salah satu model pembelajaran yang dalam proses pembelajarannya berpusat pada siswa atau sering disebut student center. Model ini dapat digunakan untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam kelas. Banyak faktor yang melatarbelakangi siswa tunagrahita ringan di dalam kelas tidak aktif saat pembelajaran terutama saat pembelajaran matematika di kelas inklusif. Salah satunya karena siswa terbiasa dengan pembelajaran yang berpusat pada guru dengan ceramah. Pada pembelajaran yang berpusat pada guru hanya siswa reguler saja yang mendominasi di dalam kelas inklusif, padahal di dalamnya terdapat siswa tunagrahita yang turut aktif di dalam pembelajaran matematika.

Siswa tunagrahita mempunyai tingkat intelegensi yang di bawah rata-rata. Model discovery learning ini cocok diterapkan untuk siswa berkebutuhan khusus, salah satunya yaitu siswa tunagrahita ringan. Hal ini diungkapkan oleh Wijaya dkk (2021) bahwa model pembelajaran discovery learning mampu mendorong siswa tunagrahita untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran karena dituntut untuk penemuannya sendiri.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan penulis terhadap siswa tunagrahita ringan pada saat pembelajaran matematika di kelas inklusif, siswa tunagrahita tersebut tidak aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Apalagi mata pelajaran matematika di kelas tersebut mempunyai jam pelajaran setelah mata pelajaran penjasorkes, sehingga menyebabkan siswa di kelas tersebut termasuk siswa tunagrahita ringan menjadi tidak aktif dalam kegiatan mengajar. Siswa merasa tidak memiliki kegiatan lain selain mendengarkan guru, sehingga membuat siswa tertidur di kelas atau mengobrol dengan teman sebangkunya.

Pembelajaran yang membuat siswa aktif biasanya menggunakan pembelajaran yang berpusat pada siswa yaitu menggunakan model pembelajaran discovery learning. Menurut Kemendikbud (2013) pada model pembelajaran discovery learning terdapat enam sintaks atau langkah yang sangat penting. Sintaks model discovery learning dilaksanakan dalam enam langkah antara lain : 1) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsang); 2) Problem Statement (pernyataan/identifikasi masalah); 3) Data Collection (pengumpulan data); 4) Data Processing (pengolahan data); 5) Verification (pembuktian); 6) Generalization (menarik kesimpulan).

Pada prakteknya siswa tunagrahita ringan mengikuti pembelajaran discovery learning sesuai dengan langkah-langkah tersebut. Sebelum memulai pembelajaran pendidik memberikan instruksi untuk membentuk kelompok terlebih dahulu, karena pengerjaan LKPD dengan sistem kelompok yang terdiri 4 orang. Siswa tunagrahita ringan tersebut mau dalam berkelompok. Setelah dibagikan LKPD kepada kelompok masing-masing siswa kemudian mengerjakan sesuai instruksi yang ada pada LKPD.

Siswa tunagrahita turut aktif dalam mengerjakan LKPD mengenai materi relasi dan fungsi dengan tahapan model pembelajaran discovery learning. Meskipun terdapat beberapa tantangan tersendiri dalam penerapan model tersebut, karena siswa terbiasa guru yang dominan dalam pembelajaran. Sehingga meskipun pembelajaran berlangsung dengan diskusi kelompok tetap saja siswa perlu didorong untuk menggali penemuan tentang materi relasi dan fungsi yang pada saat itu materi tersebut diintegrasikan dengan budaya dan ilmu pengetahuan sosial.

Adanya integrasi tersebut membuat siswa lebih tertarik dalam menggali informasi mengenai tarian daerah beserta asal daerahnya. Siswa tunagrahita terlibat dan aktif dalam menggali informasi tersebut dan memahami mengenai relasi dan fungsi. Melalui model tersebut semua kelompok bekerja sama dalam menggali informasi sedalam-dalamnya kemudian menyimpulkan di akhir mengenai materi yang dipelajari. Setelah selesai dalam pembelajaran pendidik memberikan reward kepada semua kelompok sebagai bentuk apresiasi kepada peserta didik karena sudah mampu menyelesaikan LKPD dengan baik dan mampu belajar dengan suatu proses yang ”tidak terbiasa” dilakukan, hal tersebut menjadi pengalaman baru bagi semua siswa termasuk siswa tunagrahita yang merasa ”dihargai” ketika berkelompok karena bisa tetap berpartipasi aktif menggali informasi.

Berdasarkan pelaksanaan pembelajaran dengan model discovery learning tersebut dapat dikatakan bahwa siswa tunagrahita dapat terlibat secara aktif dan mau belajar menggali informasi bersama teman sekelompoknya. Jika dilihat dari hasil belajar siswa tersebut juga mengalami peningkatan hasil belajar meskipun tidak signifikan, tapi setidaknya terdapat ”peningkatan yang positif” yang dialami siswa tunagrahita ringan tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun