Mohon tunggu...
Money

Utang kepada Siapapun, Wajib Segera Dibayar!

19 Juni 2015   12:35 Diperbarui: 20 Juni 2015   02:39 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh :Indriana Mei Listiyani
Mahasiswa Pascasarjana UIN SUKA Yogyakarta

Utang piutang adalah hal yang cukup sensitif untuk diperbincangkan. Adanya utang piutang adalah salah satu bentuk upaya tolong menolong antara manusia yang satu dengan yang lainnya. Dan tolong- menolonglah kamu dalam ( mengerjakan ) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong- menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Penggalan ayat dalam Qs Al Maidah ayat 2 ini secara langsung memberitahu kita bahwa saling menolong adalah hal yang sangat dianjurkan dalam agama apapun termasuk agama Islam.

Namun, di balik prinsip tolong menolong yang mendasari utang-piutang, pada praktiknya, dikhawatirkan timbul akibat buruk yaitu saling merugikan antara pihak yang terkait dalam utang-piutang tersebut. Adanya kemungkinan utang tidak terbayarkan (sengaja ataupun tidak) tentunya akan merugikan pihak yang berpiutang. Kerugian juga mungkin dialami pihak yang berutang ketika utang yang harus dibayarkannya melebihi apa yang ia pinjam.

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu menjalankan sesuatu urusan dengan utang piutang yang diberikan tempoh sehingga ke suatu masa yang tertentu, maka hendaklah kamu menulis (utang dan masa bayarannya) itu. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu yang menulisnya dengan adil (benar). Dan janganlah seseorang penulis enggan menulis sebagaimana Allah telah mengajarkannya. Oleh itu, hendaklah ia menulis dan hendaklah orang yang berutang itu merencanakan (isi surat utang itu dengan jelas). Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangkan sesuatu pun dari utangnya itu, …., Dan janganlah kalian jemu untuk menulis utang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Hal itu adalah lebih adil di sisi Allah, lebih lurus untuk kesaksian, dan lebih dapat mencegah keraguan (dan perselisihan di antara) kalian., …., (Qs Al Baqarah 282)

Dalam Qs Al Baqarah.282 di atas diatur perihal pembukuan utang-piutang ini. Seseorang yang melakukan utang-piutang dianjurkan untuk mencatat jumlah serta tempo pembayaran utang tersebut. Perintah ini tentunya bukan tanpa alasan. Pembukuan utang piutang ini dianjurkan, salah satunya untuk menghindari adanya kerugian bagi salah satu ataupun kedua belah pihak. Anjuran ini tentunya dapat kita logika yaitu karena keterbatasan ingatan manusia. Dikhawatirkan, jika tidak dicatat, utang-piutang ini tidak terbayarkan dengan jumlah yang seharusnya dan waktu yang telah ditentukan.

Perkara utang-piutang ini bukanlah hal yang sepele. Secara etika, kewajiban bagi yang mempunyai piutang adalah memberi perpanjangan waktu jika yang berutang belum mampu membayarnya pada tempo yang telah ditentukan. Namun, etika bagi yang berutang adalah menyegerakan membayar jika sudah mampu. Seseorang berutang mungkin karena kekurangan dana di masa itu, tetapi kondisinya bisa saja berkebalikan pada masa berikutnya. Pada kondisi tertentu, yang memberi piutang juga mungkin ada pada kondisi kekurangan. Jikapun tidak (sang pemberi utang berkelimpahan harta), mengembalikan pinjaman tetap wajib bagi yang berutang, kecuali yang memberi pinjaman telah mengikhlaskan. Karena kita tidak berhak memakan harta orang lain tanpa keridhoan orang tersebut (Qs. An Nisa 29).

Jika seseorang telah mampu membayar utang tetapi tidak melakukannya, maka ia bertindak dzalim dan berhak menerima sanksi, di dunia maupun di akhirat. Sabda Rasulullah Saw: “Penundaan pembayaran utang oleh orang kaya adalah kedzaliman (HR Jamaah dari Abu Hurairah)”. Adapun sanksi yang diterima di dunia ini, Nabi Muhammad Saw. Bersabda: “Orang kaya yang menangguhkan pembayaran utangnya patut diumumkan dan dihukum (HR Ahmad dan Abu Daud)”. Sanksi di akhirat tentunya lebih pedih, jika seseorang mati dalam keadaan berutang dan ahli warisnya tidak membayarkan utangnya. “Sesungguhnya dari dosa besar di sisi Allah bertemunya seorang hamba dengan-NYA sesudah dosa-dosa besar yang dilarang Allah ialah jika ia mati dengan menyandang utang yang tidak bisa dibayar (HR Abu Daud).”

Bahkan dalam sebuah hadits sahih yang lain Nabi Muhammad Saw. bersabda: “Semua dosa orang yang mati syahid akan terhapus kecuali utang (HR.Muslim)”. Hadits ini menujukkan betapa besarnya ancaman bagi orang yang sengaja menunda membayar utang sampai ia meninggal, walaupun derajad orang yang mati syahid itu tinggi kedudukannya tidak bisa menggugurkan beban dosa orang yang berutang.

Inilah salah satu alasan, mengapa pada prosesi pemakaman seorang muslim, ada bagian di mana wakil dari keluarga mengajukan pertanyaan kepada orang yang hadir di pemakaman, apakah jenasah masih memiliki tanggungan utang yang belum lunas ataupun belum dianggap lunas. Jika ada, ahli warislah yang seharusnya membayar utang tersebut. Dalam hukum pembagian harta warisan-pun, utang-lah yang didahulukan untuk dilunasi dengan harta tersebut. Itulah mengapa, kepada siapapun itu, utang adalah hal yang wajib untuk segera dilunasi.

 Wallahu a’lam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun