Perkembangan perdagangan bebas berdampak signifikan terhadap eksistensi koperasi di Indonesia. Negosiasi perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement-FTA) antara Uni Eropa dan negara-negara ASEAN dimulai sejak tahun 2007 dan menyepakati untuk menekan bea masuk masing-masing negara1). Sebagai penggerak perekonomian pedesaan yang berbasis komoditas pertanian, perjanjian FTA yang membuka ruang seluas-luasnya terhadap masuknya pangan impor dengan bea masuk rendah merupakan pukulan berat bagi koperasi-koperasi di Indonesia.  Populasi penduduk Indonesia yang tertinggi di antara negara-negara ASEAN lainnya akan menjadi target pasar utama perusahaan-perusahaan Eropa.
Koperasi memiliki reputasi yang kurang menggembirakan di Indonesia. Koperasi selalu identik dengan formalitas untuk menerima program dana hibah atau bantuan lainnya, kemudian setelah itu berhenti ditengah jalan atau gulung tikar. Dalam banyak kasus, koperasi-koperasi di pedesaan justru hanya berperan seperti tengkulak pengumpul hasil produksi petani. Hal-hal seperti inilah yang menyebabkan koperasi kemudian sulit berkembang dan tidak diminati masyarakat.
Koperasi seharusnya memiliki tiga perbedaan yang sangat fundamental dibanding badan usaha lainnya. Pertama, Sharing Value. Perusahaan-perusahaan yang berorientasi profit cenderung mengesampingkan tata nilai sesama karyawan atau pelaku usahanya. Koperasi dengan karakteristik kekeluargaan melembagakan sistem tata nilai dari suatu kelompok masyarakat. Sebuah koperasi yang ideal ialah koperasi yang mampu menjadi tumpuan finansial anggotanya (sharing profit) sekaligus melembagakan tata nilai suatu kelompok masyarakat (sharing value).
Kedua, Pemberdayaan masyarakat. Koperasi merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat. Dalam pengeloaan koperasi terdapat edukasi bagi masyarakat untuk mampu berbisnis dengan baik. Lini usaha koperasi juga harus berorientasi pada pemberdayaan masyarakat di sekitarnya.
Ketiga, kelestarian lingkungan. Jika perusahaan-perusahan raksasa mengabaikan kelestarian lingkungan demi meningkatkan laba, tidak demikian halnya bagi koperasi. Koperasi yang beranggotakan masyarakat setempat harus menjadi garda terdepan untuk kelestarian lingkungan, sebab bidang usaha koperasi berbasis sumberdaya lokal yang membutuhkan daya dukung ekologis yang baik.
Untuk menghadapi tantangan di masa depan, koperasi harus mampu mengoptimalkan daya dukung yang dimilikinya. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia anggotanya, meningkatkan aset koperasi, penggunaan teknologi, serta mempertahankan daya dukung ekologis untuk keberlanjutan usaha koperasi. Untuk itu diperlukan langkah-langkah revitalisasi koperasi yang tepat.
Revitalisasi Koperasi
Menurut Imai (1996a), budaya korporat merupakan faktor struktur dan psikologis yang menentukan kekuatan menyeluruh perusahaan, produktivitas, dan daya saing dalam jangka panjang2). Budaya korporat menyangkut etos kerja anggotanya dan aspek manajerial perusahaan. Budaya koperasi yang dianut di Indonesia ialah azas kekeluargaan dan gotong royong. Dalam proses revitalisasi koperasi, budaya ini menjadi faktor yang dominan agar proses tersebut tidak menyebabkan disfungsi dari koperasi itu sendiri.
Revitalisasi koperasi tidak terjadi begitu saja melainkan harus direncanakan dan dilaksanakan secara konsisten oleh semua anggota koperasi. Revitalisasi koperasi merupakan proses peningkatan sumberdaya manusia, termasuk didalamnya peningkatan kualitas manajerial, kepemimpinan, pengambilan keputusan, serta upaya untuk meningkatkan laba koperasi.
Revitalisasi koperasi memerlukan empat strategi utama. Pertama, berorientasi pasar. Dalam menjalankan kegiatan produksi, koperasi harus mampu memprediksi kondisi pasar dan perilaku konsumsi masyarakat. Prediksi pasar memerlukan peningkatkan kualitas manajerial dan teknologi koperasi sehingga memicu inovasi dan peningkatan kualitas produk koperasi. Untuk memproduksi barang atau jasa yang diterima pasar, pengembangan koperasi juga harus diletakkan pada basis kolektifitas, bukan individu per individu.
Kedua, berbasis keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif memerlukan dua prinsip utama, yaitu sudut pandang nilai pelanggan dan sudut keunikan3). Koperasi sebagai sebuah unit bisnis akan memiliki keunggulan kompetitif apabila pelanggan berpandangan memperoleh nilai positif ketika bertransaksi. Kepuasan konsumen, keunggulan produk, konsistensi kualitas jasa akan meningkatkan keunggulan kompetitif koperasi
Ketiga, meningkatkan nilai tambah produk. Koperasi di Indonesia didominasi oleh koperasi yang bergerak dibidang pertanian. Akan tetapi, koperasi-koperasi tersebut biasanya hanya memasarkan produk-produk mentah. Untuk meningkatkan laba koperasi, produk-produk mentah hasil pertanian dapat diolah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi dengan teknologi tepat guna yang relatif mudah diakses koperasi.
Keempat, peran pemerintah. Selain program hibah dan kredit, pemerintah juga perlu melakukan kegiatan pengawasan dan pembinaan yang berkelanjutan. Pengenalan teknologi dan pendidikan bisnis perlu diberikan untuk meningkatkan kualitas produk koperasi serta  kemampuan manajerial dan kepemimpinan anggota koperasi.
Koperasi dan Daya Dukung Ekologis
Secara umum bidang bisnis koperasi berbasis sumberdaya lokal, sehingga kelestarian lingkungan menjadi faktor penentu kegiatan bisnis koperasi. Apabila koperasi tidak memperhatikan kelestarian lingkungan maka kegiatan bisnisnya akan terhambat.
Kegiatan bisnis yang berbasis daya dukung ekologis setidaknya memuat dua hal. Pertama, produksi yang optimal. Kegiatan bisnis yang memaksimalkan produksi tanpa memperhatikan daya dukung ekologi dalam jangka panjang akan menurunkan tingkat daya dukung tersebut. Sebagai contoh, usaha memaksimalkan produksi padi hingga 3 - 4 kali panen dalam satu tahun yang memerlukan pemupukan anorganik dan penyemprotan pestisida secara berlebihan justru menyebabkan degradasi lahan pertanian. Akibatnya suatu saat lahan tersebut menjadi tidak produktif. Produksi yang optimal ialah produksi yang sesuai dengan daya dukung ekologis dan kaidah kelestarian lingkungan, namun masih menguntungkan dari segi ekonomi. Produksi yang seperti ini menjamin keberlanjutan unit usaha koperasi dibanding badan usaha lain.
Kedua, teknologi ramah lingkungan. Penggunaan teknologi untuk kegiatan produksi maupun untuk meningkatkan nilai tambah produk koperasi harus menggunakan teknologi ramah lingkungan. Penggunaan teknologi yang tidak ramah lingkungan akan menyebabkan menurunnya daya dukung ekologis dan berimplikasi terhadap menurunnya laba koperasi itu sendiri.
Sebagai sokoguru perekonomian Indonesia, koperasi harus mampu merevitalisasi diri, dari organisasi paguyuban menjadi organisasi korporatik profesional untuk menjawab tantangan global. Meningkatkan daya dukung Sumberdaya manusia, modal, dan teknologi serta produksi yang sesuai daya dukung ekologis akan mampu meningkatkan daya saing dan keberlanjutan usaha koperasi di Indonesia.
Mei 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H