Mohon tunggu...
Indrayuki Tasyanthai
Indrayuki Tasyanthai Mohon Tunggu... -

Tukang desain dan motret. Senang bergiat bidang kemanusiaan. Tulisan saya di Kompasiana ini adalah opini pribadi, tidak mempresentasikan tempat dimana saya bekerja. Salam kemanusiaan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Duabelas PMR Gugur di Peniwen 1949

30 Januari 2016   16:51 Diperbarui: 30 Januari 2016   17:21 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Prasasti nama-nama PMR dan Rakyat yang gugur oleh serangan Belanda di Peniwen. (PMI)"][/caption]Peran Palang Merah Remaja (PMR) atau saat itu disebut Palang Merah Pemuda (PMP/Junior Red Cross) telah berperan penting dalam perang mempertahankan kemerdekaan, terutama dalam memberikan pertolongan  dan perawatan korban peperangan. Pada buku Dr. AH. Nasution, "Sekitar Perang Kemerdekaan IV: Agresi Militer I (1948)" disebutkan adanya unit Palang Merah Pemuda yang bekerja di PMI. Ketika terjadi Agresi, anggota PMP ini hilir mudik membawa korban luka dalam pertempuran ke Kota Malang. Ketika Kota Malang jatuh ke tangan Belanda pada 31 Juli 1947, tentara KNIL (het Koninklijke Nederlands Indische Leger) dituturkan membunuh dua orang anggpta PMP yang terperangkap di Rumah Sakit Celaket.

Tahun 1949, saat Agresi Militer II, Belanda memasuki kawasan Malang Raya, Jawa Timur. Sore hari, Sabtu, 19 Februari 1949, dengan kekuatan kurang lebih satu kompi lengkap dengan persenjataan, pasukan Belanda memasuki desa Peniwen, Malang, Jawa Timur. Tentara Belanda kemudian memasuki Rumah Sakit Panti Husodho, sebuah rumah sakit yang digunakan untuk merawat korban perang. Belanda memaksa keluar semua anggota PMR dari rumah sakit tempat mereka melakukan aktifitas kemanusiaan. Mereka diperintahkan untuk membuat barisan dan berjongkok dengan tangan di kepala, kemudian ditembaki satu per satu. 12 anggota PMR dan 5 orang warga desa Peniwen tewas karena pembantaian ini. Anggota PMR yang gugur adalah Matsaid, Slamet, Ponidjo, Suyono Inswihardjom Sugiyanto, JW. Paindono, Roby Adris, Wiyarno, Kodori, Said, Sowan, Nakrowi dan Soedono. Sedangkan dari rakyat adalah Wagimo, Rantiman, Twiandono, Sriadji dan Pak Kemis.

Peristiwa ini menjadi perhatian dunia setelah DS. Martodipuro mengirimkan surat protes atas tindakan pembataian yang dilakukan tentara Belanda kepada jaringan Gereja Nasional, yang kemudian diteruskan ke tingkat Internasional. Surat protes ini tersebar luas, akibatnya Belanda mendapat tekanan dunia internasional. Sedangkan Indonesia banyak mendapat dukungan karena dalam Konvensi Jenewa 1949, anggota Palang Merah masuk kategori yang tak boleh diserang. Belanda sudah melanggar konvensi dan secara resmi telah melakukan kejahatan perang. Masyarakat internasional menyebut peristiwa ini dengan nama "Peniwen Affair".

Untuk mengenang dan menghormati korban pembantaian ini, pemerintah mendirikan Monumen Peniwen pada tahun 1971. Monumen ini merupakan satu-satunya monumen PMR di Indonesia dan satu dari dua monumen Palang Merah yang diakui secara internasional.

(Indra Yogasara, Sejarah Palang Merah Indonesia, Markas Besar, 1953. 70 tahun PMI, 2015, sumber lain)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun