Wacana pengelolaan partai politik yang dibiayai oleh APBN tengah mengemuka seminggu terakhir ini dan pertama kali dicetuskan oleh Mendagri. Berbagai pro dan kontra bermunculan baik dari partai politik, pengamat hingga masyarakat awam karena angka dana yang diwacanakan dianggap fantastis, Rp 1 trilyun.
Pada kesempatan ini penulis ingin memberikan opini dan sumbang saran yang sebagian mungkin merefleksikan pendapat masyarakat awam yang masih dangkal pengetahuannya tentang partai politik.
1.Prinsipnya penulis setuju adanya dana operasional partai politik yang dibiayai Negara dengan pertimbangan:
a.Kebiasaan partai politik memungut “success fee” dari anggota DPR atau DPRD yang berhasil duduk dalam lembaga wakil rakyat tersebut tentunya menjadi beban buat sang wakil rakyat. Jika wacana ini direalisasikan, tentu anggota partai politik lebih dapat berkonsentrasi untuk mengabdi kepada rakyat ketimbang diganggu oleh partai politiknya.
b.Perekrutan calon anggota partai politik bahkan posisi dalam partai politik seyogianya tidak lagi tergantung dana yang harus disetorkan oleh sang calon kepada partai politiknya, tetapi rekrutmen anggota dilakukan secara professional dan mampu menjaring anggota yang kompeten dan ada perimbangan keahlian di semua bidang misalnya ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, pertahanan dan keamanan, dll.
c.Merupakan rahasia umum bahwa berbagai usaha korupsi dilakukan oleh wakil rakyat selain memperkaya diri, juga membiayai operasional partai politiknya. Hal ini terjadi karena suka atau tidak suka, setiap partai politik membutuhkan dana untuk membiayai operasional partainya sehingga akhirnya harus menyunat sebagian gaji anggotanya di lembaga wakil rakyat, menjadi makelar dalam berbagai proyek pembangunan bahkan menjadi pelindung (membacking) perusahaan-perusahaan yang mendukung partai politik tersebut.
2.Bilamana wacana ini direalisasikan, tentunya banyak hal yang harus ditata ulang, misalnya:
a.Partai politik harus berbenah diri menjadi partai yang professional, akuntabel dan transparan dalam keuangannya. Semua program partai politik mulai dari rekrutmen, pembinaan, pelayanan masyarakat hingga kegiatan yang berhubungan dengan pilkada, pileg dan pilpres harus dilaporkan kepada lembaga tertentu sebagai bukti kegiatannya dan pembiayaannya dan akan lebih baik lagi diaudit oleh akuntan publik.
b.Pemerintah seyogianya membuat berbagai kebijakan atau Undang-Undang yang mengatur partai politik baik organisasi, keuangan, norma dan etika, hingga sanksi-sanksi yang dapat menjadi rambu-rambu buat partai politik dalam pembelanjaan partai untuk menjalankan kehidupan kepartaiannya.
c.Pemerintah sebaiknya membatasi jumlah partai yang didirikan atau memberikan persyaratan suatu partai politik yang berhak mendapatkan dana ini, misalnya berapa minimal persentase perolehan suara dari hasil pileg sebelumnya yang berhak mendapatkan dana ini dll.
d.Pemerintah juga sebaiknya menimbang kembali apakah dana Rp 1 trilyun diberikan sama kepada setiap partai politik tanpa melihat partai tersebut besar atau kecil.
Mari kita menilai apakah dana Rp 1T/tahun itu wajar untuk partai besar. Kita ambil 1 unsur biaya sebagai contoh, misalnya gaji anggota partai rata-rata Rp 10 juta/bulan, maka katakan jumlah anggota 1000 orang saja, berarti gaji 1000 orang adalah Rp 10M/bulan dan setahun adalah Rp 120M. Belum lagi biaya operasional kantor & cabang, biaya pelatihan anggota, biaya dinas ke lapangan, biaya iklan sosial dan kampanye, dll. Jadi menurut hemat penulis, dana Rp 1 T untuk partai besar masih relevan dan wajar. Namun begitu, dana u partai besar dan kecil tentu akan berbeda sehingga seyogianya dipertimbangkan dari ukuran partai.
e.Terkait point 2.d di atas, pemerintah bisa mempertimbangkan merubah dana ini menjadi berbagai alternatif pembiayaan partai politik misalnya:
·Pembiayaan honorarium anggota partai politik dengan system layaknya PNS. Partai politik harus mendaftarkan anggotanya kepada pemerintah agar berhak menerima honorarium tersebut.
·Pembiayaan kegiatan partai politik dalam hal pelatihan, perjalanan dinas, penyewaan kantor operasional, kampanye dll yang dihitung dengan dasar jumlah anggota.
Wacana ini sudah bergulir. Niat baiknya adalah menjadikan partai politik bersih dari upaya korupsi dan upaya mengubah wajah partai politik menjadi lebih professional. Masyarakat tentunya akan mendukung wacana ini dengan sejumlah catatan yang harus ditelaah dengan baik oleh pemerintah. Partai politik juga harus berkomitmen untuk berubah dan tidak menjadikan ini sebagai rezeki yang dibagi-bagi dan tidak membuang mental korupnya. Ini bisa jadi salah satu terobosan baru dalam kerangka revolusi mental terhadap partai politik kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H