Bismillah,
Mohon maaf, negeri kita masih terbelenggu "Kepentingan Kelompok" bahkan "Pribadi" saja.
Entah sampai kapan (jika pesimis) kondisi ini akan berubah menjadi "BENAR UNTUK RAKYAT" bukan jualan slogan untuk rakyat.
Masa terus bergerak dan berubah, model approching kepada raktay pun mengikuti perubahan tersebut.
Demikian kiranya yang bisa saya tangkap dari kondisi sekarang di dunia politik Indonesia yang masih polotik pasar becek ini.
Semua selalu mengatasnamakan Rakyat, untuk Rakyat, MeRakyat. dll.
Namun sebetulnya rakyat yang mana sebab setelahnya mereka hanya kenal lingkungan mereka saja, dan sebagian yang kalah bahkan rela menjual diri untuk ada di lingkungan yang menang, nanti mereka berjuang lagi, yang penting sekarang gak rugi banget, gitu kira-kira.
Mari satu-satu coba kita lihat, setidaknya dari sudut pandang yang kita punya sampai saat ini.
PRABOWO
Di masa tampil awal coba memikat hati rakyat, bahkan di periode saat berhadapan dengan calon Jokowi saat itu Ulama mendukung dia, bahkan sempat sowan ke Makkah ketemu HRS. Namun ternyata semua hanya cara untuk meraih hati saja, sebab setelahnya ya lupa, jadi bukan benar-benar dengan niat untuk membela umat mayoritas di negeri ini.
Lebih parahnya setelah pengumuman kekalahan yang sebetulnya tidak wajar beliau berbesar hati (sebetulnya bukan itu) mau menjadi pembantu lawannya, dengan dalih tetap untuk rakyat. Itu dilakukan tanpa pertanyaan keabsahan pemilu yg banyak korban di KPPS juga yang sampai saat ini tidak dituntaskan, ironic.
Sekarang tetap mencoba lagi dengan dalih partanya memaksa dia untuk maju, namun negeri ini bukan negeri partainya saja, mungkin (maaf) orang partai nya mengusung dia karena dia yg punya partai, kalau saja Megawati masih bisa mungkin dia akan maju juga. Jadi partai di Indonesia ya kerajaan kecil yg jd turun temurun nantinya, bukan kapabilitas pemimpinnya atau benar benar memang orang orang yg ingin mengabdi untuk rakyat.
Saat ini partai atau dewan menjadi pekerjaan di Indonesia dan ironis nya banyak yg suka dengan model ini, sehingga menjadi idaman dan merasa lebih terhormat menjadi anggota dewan, padahal mereka wakil rakyat, rakyat lah juragannya, namun kenyataannya mereka justru berlaku lebih dari juragan.
Kembali ke Prabowo, untuk beberapa kali gagal, kali ini sepertinya moment yg kurang atau sama sekali tidak tepat untuk maju lagi, sudah terlalu banyak rakyat yg dulu berharap sama dia dan kecewa habis.Â
Ok kalau mengabdi di Menhan, apa prestasinya? (maaf) tidak ada yang menonjol bahkan unggul.
Sebaiknya setelah kalah harusnya legowo dan tegas untuk tetap menjadi oposisi yg mengawasi, bukan malah jadi jongos.
Harusnya proses pemilu yg aneh pun diselesaikan dulu sampai clear, bukan manthuk-manthuk dan bangga menjadi jongos.