Duras membatin, kenapa teman-temannya yang dulu gigih dan berapi-api menentang pemerintahan yang korup itu akhirnya melakukan korupsi juga. Padahal dia dulu tidak pernah ngajari nyolong.
Mendadak HP Duras berdering. Lamunan Duras buyar. Ternyata yang menelpon Margin, teman SMA yang kini jadi jaksa. "Hai Duras, aku sedang menyidik orang. Diduga korupsi. Namanya Saleh. Dia mengaku temanmu. Bener nggak?" ujar Margin.
Duras mengiyakan. "Tapi hubungannya apa perkara dia dengan saya?". Margin bilang, Saleh mengaku uang hasil korupsinya itu banyak digunakan untuk membantu teman-temannya. Termasuk Duras.
"Saleh bilang, kamu dapat bantuan 50 juta untuk membuat perpustakaan kampung." Ujar Margin. Duras tersengat. Dan ia keras-keras membantah.
"Baiklah. Tapi pengakuan dia tetap kucatat. Kamu pasti aku minta jadi saksi." Margin menutup telponnya. Duras tertunduk lemas di kursi.
Tidak hanya Saleh, teman-teman lain yang tertangkap korupsi pun mengaku memberi bantuan pada Duras.Â
Maka, Duras pun kini setiap hari harus mondar-mandir jadi saksi. Duras membatin, ternyata perjuangan tak pernah selesai untuk menegakkan kebenaran meskipun kali ini yang dihadapi dan dilawan adalah kawan-kawan sendiri.
Mendadak angan Duras disergap serakan sampah sisa-sia pesta. Kontak ia merasa perutnya mendadak mual.
*)Indra Tranggono, cerpenis dan esais tinggal di Yogyakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H