Pemerintah telah berulang kali berjanji akan mewujudkan hilirisasi aspal Buton. Dari satu rezim ke rezim berikutnya, narasi tentang kemandirian aspal nasional terus digaungkan tanpa henti. Namun, realitas di lapangan menunjukkan fakta yang berbeda. Aspal impor masih terus merajai pasar, sementara aspal Buton, sumber daya alam yang seharusnya menjadi kebanggaan nasional, justru terabaikan dan dilupakan.
Ketidakseriusan pemerintah dalam mengembangkan industri aspal Buton telah menciptakan krisis kepercayaan. Bagaimana mungkin sebuah negara besar seperti Indonesia dengan cadangan aspal alam terbesar di dunia masih harus terus bergantung pada impor aspal selamanya? Apakah ini bukti kegagalan total pemerintah dalam menegakkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi? Apakah ada agenda kepentingan bisnis lain yang lebih diutamakan dibandingkan kesejahteraan rakyat dan keberlanjutan industri aspal dalam negeri?
Hilirisasi aspal Buton seharusnya tidak hanya menjadi sekadar retorika dan wacana politik semata menjelang pemilu, tetapi agenda besar yang benar-benar dilaksanakan. Jika sejatinya pemerintah memang serius, maka sejumlah langkah konkret harus segera dilakukan:
Membangun dan mengoptimalkan fasilitas pengolahan aspal di Buton agar mampu memproduksi aspal berkualitas tinggi sesuai standar internasional.
Memaksa proyek-proyek infrastruktur nasional untuk menggunakan aspal Buton dengan regulasi ketat, bukan sekadar imbauan yang mudah diabaikan.
Memberikan insentif bagi industri lokal agar mampu bersaing dengan aspal impor.
Memperbaiki rantai distribusi dan infrastruktur pendukung di Buton agar biaya logistik lebih efisien.
Menindak tegas praktik impor yang tidak perlu dan melindungi industri dalam negeri dari dominasi produk luar.
Jika pemerintah tetap bermain setengah hati, maka jangan heran jika rakyat kehilangan kepercayaan. Sebab, apa gunanya janji tanpa aksi? Hilirisasi aspal Buton adalah ujian nyata bagi komitmen pemerintah terhadap kemandirian dan kedaulatan ekonomi. Jika tidak segera dijawab dengan keseriusan, maka rakyat berhak bertanya: "Apakah pemerintah benar-benar berpihak pada kepentingan nasional, atau justru tunduk pada kepentingan bisnis asing dan segelintir elite oligarki?"
Indonesia memiliki cadangan aspal alam terbesar di dunia, tetapi ironisnya, kita masih terus bergantung pada aspal impor. Janji hilirisasi aspal Buton sudah bertahun-tahun didengungkan, tetapi realisasinya tetap jalan di tempat. Kini, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, harapan untuk mewujudkan swasembada aspal kembali diuji. Akankah Prabowo berani mengambil langkah tegas, atau hanya akan mengulang pola kepemimpinan sebelumnya yang telah membiarkan industri aspal dalam negeri terjerumus kalah dan takluk oleh kepentingan impor aspal?